SILABUS MATA KULIAH METODE PENELITIAN S-2 PENDIDIKAN ISLAM

 

 

 

SILABUS MATA KULIAH

PROGRAM PASCASARJANA (S2)

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

 

Mata Kuliah                : Metode Penelitian

Kode Mata Kuliah      : PS

SKS                              : 3 SKS

Dosen                            : Dr. Muh Yani , M.Si.

Program Studi            :  Pendidikan Islam  

Waktu Perkuliahan    :  Semester 1

 

A.    Deskripsi dan Tujuan Mata Kuliah

Mata kuliah ini membahas tentang paradigma, epistemologi, pendekatan, metode dan terapan dari metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.

1.      Agar mahasiswa dapat memahami konsep-konsep dan pola-pola berfikir ilmiyah dengan pendekatan metode kualitatif dan/atau kuantitatif.

2.      Mahasiswa mampu melaksanakan penelitian dengan penerapan konsep – konsep dan pendekatan kualitatif dan atau kuantitatif.

B.     Pokok  Bahasan:

No

Pokok Bahasan

1

Pendahuluan: Paradigma Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Pengertian dan konsep – konsep penelitian (Teori, konsep, kerangka berfikir, variabel dsb).

 

2

Etika dalam Penelitian

 

3

Jenis-Jenis Penelitian

 

4

Prosedur Penelitian Kuantitatif (Identifikasi dan Perumusan  Masalah, Pengertian, peranan, dan langkah-langkah untuk merumuskan masalah )

 

5

Latar belakang masalah: fungsi dan isinya ,Ciri-ciri masalah yang baik

 

6

Studi Pustaka,  Studi Pendahuluan dan Kajian Literatur

 

7

Anggapan Dasar dan Hipotesis

 

8

Pendekatan dan Metode Penelitian

 

9

Variabel Penelitian

 

10

Sumber Data Penelitian  (Populasi dan Sampel)

 

11

Instrumen Penelitian

 

12

Pengumpulan Data Penelitian ( Pengertian data primer dan data sekunder dalam penelitian; Keuntungan dan kelemahan penggunaan masing- masing jenis data dalam penelitian;  Sumber-sumber data sekunder).

 

13

Analisis Data Penelitian

14

Penarikan Kesimpulan

15

Menulis Laporan

16

Penelitian kualitatif  Pendidikan (Penerapan metode dan analisis fenomenologi dalam kerangka perumusan teori , Metodologi Gounded Theory : Sejarah, Perkembangan danPerbandingan, Tipe-tipe penelitian kualitatif di Bidang Pendidikan, Action research dalam bidang pendidikan dan langkah-langkahnya).

 

17

Penulisan Proposal Penelitian (Usulan/Proposal Penelitian: pengertian dan komponen- komponennya)

 

 

C.    Daftar Pustaka

Kerlinger, Fred N. Asas-asas Penelitian Behavioral, , 2002, Yogyakarta:Gadjah Mada Uneversity Press

Britha Mikkelsen, 2003. Metode Penelitian Partisipatoris danUpaya-Upaya Pemberdayaan, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Moleong. LJ. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muhajir, Noeng., Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta:Rake Sarasin

dll

Standar

Upaya Mengurangi Pengangguran intelektual

 

I. Pendahuluan

*”Tahun 2009 ada 116,5 juta orang di Negeri ini serbu pasar kerja !!” *SERAM! Kondisi sebagaiman judul di atas akan melanda negeri ini tahun 2009. Ketika itu dari perkiraan jumlah penduduk 228,9 juta orang, sebanyak 168,9 juta jiwa atau 73,3 persen diantaranya merupakan penduduk usia kerja. Dari jumlah ini, 116,5 juta orang atau 69 persen dari penduduk usia kerja
dipastikan menyerbu pasar kerja sehingga sangat “menakutkan” karena pertumbuhan ekonomi belum jelas besarannya.[1]

Jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia saat ini 2.874. Berapa sarjana yang diluluskan setiap tahun oleh masing-masing Perguruan Tinggi tersebut? Yang pasti angkanya bervariasi. Mungkin berkisar antara 500 s/d 8000. Kita asumsikan saja setiap perguruan tinggi meluluskan 1000 Sarjana. Berarti 2.874 X 1000 = 2.874.000 orang Sarjana yang dicetak Indonesia setiap tahunnya. Lalu berapa orang sarjana yang dibutuhkan oleh negeri ini setiap tahun atau yang dapat diserap di dunia kerja? Secara pasti data tersebut tidak diketahui. Dahulu, seorang menteri mengatakan bahwa Indonesia setiap tahunnya membutuhkan 75.000 sarjana. Jika angka ini benar, berapa sarjana yang menganggur dalam setiap tahunnya. Coba saja dihitung, 2.874.000 –
75.000 = 2.799.000 orang sarjana yang menganggur setiap tahunnya. Jumlah yang tidak sedikit.[2]

Fenomena pengangguran sering menyebabkan timbulnya masalah sosial lainnya. Di samping tentu saja akan menciptakan angka produktivitas sosial yang rendah, dimana pada gilirannya akan menurunkan tingkat pendapatan masyarakat[3].

Salah satu bentuk pengangguran yang populer dewasa ini adalah pengangguran intelektual (terdidik). Kekurangselarasan antara perencanaan pembangunan pendidikan dengan perkembangan lapangan kerja merupakan penyebab utama terjadinya jenis pengangguran ini. Pengangguran terdidik secara potensial dapat menyebabkan (1) timbulnya masalah-masalah sosial dengan tingkat rawan yang lebih tinggi. (2) menciptakan pemborosan sumber daya pendidikan. (3) menurunkan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan.[4]

Pendidikan formal di Indonesia dirasakan selalu tertinggal dibandingkan dengan perkembangan teknologi, informasi maupun dunia bisnis, sehingga output pendidkan formal banyak yang tidak terserap secara langsung oleh pasar kerja. Seharusnya tamatan pendidikan formal dapat terserap baik secara langsung maupun tidak langsung pada dunia usaha, apakah sebagai tenaga ahli sesuai bidangnya atau menjadi entrepreuner yang dapat membangkitkan dunia usaha. Sehingga tamatan pendidikan formal meskipun berorientasi kepada human investment juga memikirkan kaitan langsung dengan dunia usaha dan tidaklah menjadi pengangguran terdidik.

Untuk mencapai keadaan di atas, perlu adanya usaha yang sungguh-sungguh dari semua elemen bangsa untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan.  Dengan kata lain semua lapisan masyarakat harus mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) terhadap perkembangan dunia pendidikan, karena dalam membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan tidak cukup hanya dengan memiliki spirit semata yang lebih konkrit lagi adalah terbentuknya suatu keinginan atau political will dan komitmen yang kuat dari segenap lapisan masyarakat. Makalah ini akan membahas langkah-langkah yang dapat dilakukan agar pengangguran intelektual dapat dikurangi bahkan dihilangkan dengan pendekatan sosiologi, antropologi, dan psikologi..

II. Pembahasan

Untuk mengatasi masalah pengangguran intelektual, pembangunan pendidikan harus menggunakan pendekatan sosiologi, antropologi, dan psikologi.   Dengan menggunakan ketiga pendekatan tersebut, diharapkan arah pendidikan yang sedang dibangun memiliki arah yang jelas sesuai dengan perkembangan psikologi anak, sesuai dengan keadaan masyarakat, dan mampu membuat peradaban yang kondusif untuk menghadapi era digital yang mengglobal. Sehingga lembaga pendidikan selalu terkait dengan masyarakatnya, baik masyarakat industri maupun dunia usaha pada umumnya, sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas dan memiliki kemampuan untuk mengisi lapangan pekerjaan sesuai dengan bidangnya, dan mampu membuat lapangan kerja baru melalui kegiatan wirausaha.

Upaya Perbaikan Pendidikan

Upaya perbaikan pendidikan di Indonesia agar outputnya berkualitas dan mampu berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus dilakukan secara terpadu, baik dari segi kualitas guru, kualitas program, kualitas fasititas, dan kualitas system. Berikut ini akan diuraiakan bagaimana masing-masing disiplin ilmu di atas memberikan kontribusi dalam mengatasi maraknya pengangguran intelektual di nusantara tercinta ini.

1.      Pendekatan Sosiologi

Guru merupakan tokoh kunci dalam proses pendidikan, keberhasilan proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran, meskipun masih ada faktor lain, tetapi yang paling dominan adalah guru. Dalam kehidupan masyarakat yang maju biasanya guru memiliki strata sosial yang tinggi, seperti masyarakat Jepang sangat menjunjung tinggi profesi guru. Bahkan ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh Sekutu, pertama yang dipertanyakan adalah guru, ada berapa guru yang tersisa? Itu pertanyaan yang ditanyakan oleh otoritas pemerintahan kala itu.

Mengingat tingginya nilai profesi guru di Jepang, maka profesi ini merupakan profesi impian dari setiap siswa tamatan SMA, mereka berebut tempat agar diterima di lembaga pendidikan guru. Akibatnya seleksi untuk menjadi guru sangat ketat, dan hanya orang-orang terbaik yang terpilih menjadi guru. Bandingkan dengan kondisi di Indonesia, kalau seluruh siswa kelas 3 SMA di Indonesia ditanya tentang cita-cita yang ingin diraih setelah lulus kuliah, maka jawaban yang paling dominan pasti bukan guru. Guru mendapat peringkat yang rendah bila dibandingkan dengan pegawai bank, pegawai BUMN, dan pegawai yang lain. Strata seorang guru di Indonesia secara social bukanlah strata tertinggi, penilaian terhadap guru oleh masyarakat dan pemerintah sama dan sebangun, lihat bagaimana nasib guru bantu.

Antara kualitas guru di Indonesia dan strata sosial seorang guru, bagaikan ayam dengan telur, mana yang lebih dulu. Apakah kualitas guru yang rendah sehingga bukan profesi yang membanggakan atau karena stratanya ‘rendah’ sehingga yang berminat menjadi guru bukan orang yang terbaik kualitasnya.

Upaya untuk meningkatkan kualitas guru sebenarnya sudah lama dilakukan, dengan Undang-undang Guru dan Dosen, dimana pendidikan minimal seorang guru harus S-1, sertifikasi professional guru, dan pelaksanaan ujian nasional adalah upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas guru. Namun upaya itu dirasa kurang efektif, karena mentalitas bangsa kita banyak yang terbiasa dalam kecurangan, sehingga muncul kolusi membuat universitas abal-abal yang dalam waktu kurang dari dua tahun seorang guru yang tadinya hanya tamatan SPG atau D-2 bisa memperoleh gelar sarjana pendidikan. Di sisi lain lihat kecurangan-kecurangan yang dilakukan dalam sertfikasi guru, dan dalam pelaksanaan Ujian Nasional.

Menurut Prof. H.A.R. Tilar tamatan Sekolah Guru (SPG, PGSD, atau FKIP, IKIP) bukan bodoh, tetapi tidak bisa mengajar. Bukan salah yang bersangkutan, tetapi salah system Pendidikan Guru. Sejak zaman Hindia Belanda, sampai dibubarkannya semua lembaga Pendidikan Guru, lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik (LPTK) diselenggarakan dengan dua asumsi yang keliru. Pertama makin tinggi sekolah, makin complicated ilmu, oleh karena itu sekolah rendah memerlukan guru rendah dan sekolah tinggi memerlukan tamatan sekolah tinggi. Kedua, di SD guru mengajarkan ilmu sederhana, di sekolah tinggi, mengajarkan ilmu makin tinggi. Oleh karena itu guru SD cukup berpendidikan 3 tahun di atas SD. Demikian selanjutnya guru SLTP, mendapat guru SLTP plus tiga tahun.[5]

Selama masih ada kesenjangan antara hasil pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja, ada kesenjangan harapan akan prestasi yang ada, selama itu pula problema pendidikan senantiasa dibicarakan dan gaung tuntutan pembaharuan pendidikan akan terus bergema. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan membedah problem kependidikan: macrocosmic dan microcosmic. Macrocosmic merupakan pendekatan yang bersifat makro, di mana proses pendidikan dianalisis dalam kerangka yang lebih luas. Dalam arti, proses pendidikan harus dianalisis dalam kaitannya dengan proses di bidang lain. Sebab proses pendidikan tidak bisa dipisahkan dari lingkungan, baik politik, ekonomi, agama, budaya, dan sebagainya. Oleh karenanya pendekatan ini menekankan bahwa usaha-usaha memecahkan problema di bidang pendidikan tidak ada artinya kalau tidak dikaitkan dengan perbaikan dan penyesuaian di bidang lain.[6]

Pendekatan microcosmic melihat pendidikan sebagai suatu kesatuan unit yang hidup di mana terdapat interaksi di dalam dirinya sendiri. interaksi yang terjadi tersebut berupa proses belajar mengajar yang terdapat di kelas. Pendekatan ini memandang interaksi guru dan murid merupakan faktor pokok dalam pendidikan. Oleh karenanya, menurut pendekatan mikro ini, perbaikan kualitas pendidikan hanya akan berhasil kalau ada perbaikan proses belajar mengajar atau perbaikan dalam bidang keguruan.[7]

Teori Sosiologi Kritis (Critical Sociology) cukup relevan untuk mengatasi bagaimana pendidikan tidak menghasilkan pengangguran intelektual (terpelajar), menurut teori ini pendidikan harus dikelola secara adil seluruh lapisan sosial di masyarakat harus mendapat peluang yang sama dalam memperoleh pendidikan. Teori ini juga berpendapat bahwa anggaran pendidikan di suatu Negara harus diberi porsi yang besar dari anggaran belanja negaranya, dan berhasil meningkatkan kemajuan ekonomi negaranya secara signifikan.[8]

Pendekatan teori ini mengakibatkan politik Negara dalam pendidikan menempatkan guru sebagai profesi yang strategis bahkan menempatkan posisi guru di atas profesi yang lain, dan mengembangkan metode pembelajaran baru yang lebih student oriented.[9] Dengan pendekatan ini pembelajaran lebih memperhatikan aspek-aspek yang mengarah kepada life skills murid sehingga murid tumbuh berkembang sesuai dengan kondisi masyarakatnya, yang pada akhirnya menumbuhkan jiwa kewirausahaan murid, sehingga setelah selesai sekolah dia bisa menciptakan lapangan kerja. Otomatis bila seluruh lulusan sekolah mempunyai kwalifikasi seperti di atas maka pengangguran intelektual bisa diatasi.

2.      Pendekatan antropologi

Pendekatan antropologi dalam pembangunan pendidikan sangat penting, karena penerapan pendidikan di suatu daerah harus sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Output yang diharapkan dari suatu proses perubahan pendidikan dalam menuju ke arah peningkatan kualitas adalah tergantung dari bagaimana mengimplemantisakan, dengan tetap berkomitmen dan berpegang pada aspek perubahan paradigma baru sistem pendidikan dan stressing nya difokuskan terhadap hal-hal berikut ini : (R.Eko Inrajit, 2006, Halaman 379)

1.      Sistem Pendidikan harus diimplementasikan dengan berpegang pada prinsip “muatan lokal, orientasi global”

2.      Konten dan kurikulum yang dibuat harus berbasis pada penciptaan kompetensi siswa (kognitif, afektif dan psikomotorik)

3.      Proses belajar mengajar harus berorientasi pada pemecahan masalah riil dalam kehidupan, tidak sekedar mengawang-awang (problem base learning)

4.      Fasilitas sarana dan prasarana harus berbasis teknologi informasi agar dapat tercipta jejaring pendidikan antar sekolah dan lembaga lainnya

5.      Sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidkan harus mempunyai kemampuan multi dimensi yang dapat merangsang multi intelejensia peserta didik

6.      Manajemen pendidikan harus berbasis sekolah ? Sistem informasi terpadu untuk menunjang proses administrasi dan strategis

7.      Otoritas pemerintah daerah diharapkan lebih berperan dalam menunjang infrastruktur dan suprastruktur pendidikan ? Sesuai strategi otonomi daerah yang diterapkan secara nasional.[10]

Dengan pendekatan antropologi tamatan sekolah di daerah pertanian akan memiliki keterampilan di bidang pertanian, di daerah pesisir memiliki keterampilan di bidang kelautan, sehingga tamatan sekolah tidak akan menghasilkan pengangguran intelektual karena mereka memiliki kompetensi hidup di lingkungannya dan bisa bekerja dan menciptakan lapangan kerja di lingkungannya.

3.      Pendekatan Psikologi

Salah salah satu upaya peningkatan kualitas guru dimulai dari rekruitmen guru. Rekrutmen guru didasarkan pada pengakuan bahwa guru adalah pekerjaan professional. Oleh karena itu guru direkrut paling rendah tamatan S1 dengan profesi keguruan dua tahun. Sejenis dengan psikolog, dokter, notaries, bahkan akuntan dan pengacara.[11]

Agar guru lebih professional dalam melakukan tugasnya, setiap tahun harus diadakan pelatihan professional guru, sehingga wawasan guru selalu bertambah. Ambil contoh di Jepang setiap tahun guru mengikuti pelatihan 100 jam, sehingga kualitas guru di sana sangat tinggi. Ditambah lagi dengan tingginya minat baca guru di Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Karena itu agar kualitas guru di Indonesia meningkat maka di tingkat sekolah diupayakan setiap tahun ada pelatihan professional guru.

a.      Kualitas dan Paradigma Pembelajaran

Sejak dahulu metode pembelajaran kita selalu berorientasi dan bersumber hanya kepada guru dan berlangsung satu arah (one way), kita sepakat bahwa metode ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi dengan tanpa mengenyampingkan bahwa GURU itu tetap harus menjadi insan yang patut di Gugu dan di tiRu. Sudah saatnya kini orientasi berubah tidak hanya kepada satu sumber saja (Guru), tetapi harus dilakukan berorientai kepada siswa dan secara multi arah, dengan terjadinya proses interaksi ini diharapkan akan menstimulir para siwa untuk lebih menumbuhkan tingkat kepercayaan dirinya, proaktif, mau saling bertukar informasi, meningkatkan keterampilan berkomunikasi, berfikir kritis, membangun kerja sama, memahami dan menghormati akan adanya perbedaan pendapat dan masih banyak harapan positif lainnya yang lahir dari adanya perubahan tersebut serta pada akhirnya siswa akan dihadapkan pada realitas yang sebenarnya dalam memandang dan memahami konteks dalam kehidupan kesehariannya.

Hubungan Pembelajaran dengan Metode Mengajar

1.      Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode mengajar diantaranya adalah faktor tujuan pembelajaran, karakteristik materi pelajaran, faktor siswa, faktor alokasi waktu, dan fasilitas penunjang.

2.      Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan yang banyak melibatkan aktivitas siswa dan aktivitas guru. Untuk mencapai tujuan pengajaran perlu adanya metode mengajar.

3.      Pemilihan metode mengajar harus mempertimbangkan pengembangan kemampuan siswa yang lebih kreatif inovatif dan dikondisikan pada pembelajaran yang bersifat problematis. Pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri dan belajar secara kelompok.

4.      Metode mengajar memiliki fungsi sentral dalam pembelajaran diantaranya yaitu sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan pembelajaran.

5.      Tujuan pembelajaran yang harus dikembangkan berdasarkan ranah tujuan kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah tujuan tersebut akan memungkinkan dicapai pada tujuan yang bersifat umum.

6.      Setiap pemilihan metode mengajar harus didasarkan pada hasil kajian antara perilaku yang diharapkan dengan cara yang akan ditempuh dalam pembe-lajaran.[12]


Hubungan Pengalaman Belajar dengan Metode Mengajar

1.      Pengalaman belajar (learning experience) merupakan suatu proses atau hasil kegiatan belajar yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.      Penggunaan metode ceramah esensinya menyajikan bahan pelajaran secara lisan oleh guru, yang akan membentuk pengalaman belajar dalam kemampuan menyimak, dan pemahaman terhadap informasi dari materi pelajaran yang disajikan.

3.      Penggunaan metode diskusi esensinya menyajikan bahan pelajaran melalui sesuatu problem yang harus diselesaikan secara bersama dibimbing oleh guru, yang akan membentuk pengalaman belajar siswa dalam menjawab persoalan serta belajar secara kerja sama dan membuat suatu keputusan.

4.      Penggunaan metode simulasi esensinya menyajikan bahan pelajaran melalui objek atau kegiatan pembelajaran yang bukan sebenarnya. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi kemampuan kerja sama, komunikatif, dan mengiterpretasikan sesuatu kejadian.

5.      Penggunaan metode demonstrasi esensinya menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung pada objeknya atau caranya melakukan sesuatu untuk mempertunjukkan sesuatu proses. Pengalaman belajar yang diperoleh melalui metode ini meliputi kemampuan bekerja dan berpikir secara sistematis, dan mengamati objek yang sebenarnya.

6.      Penggunaan metode eksperimen esensinya menyajikan bahan pelajaran melalui percobaan serta mengamati sesuatu proses. Pengalaman belajar yang akan diperoleh adalah menguji sesuatu, menguji hipotesis, menemukan hasil percobaan dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa. Dalam membentuk pengalaman belajar siswa cenderung menggunakan metode-metode yang memiliki kadar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dan keterampilan proses, serta metode mengajar digunakan secara multi metode dan bervariasi.[13]


Kondisi-kondisi dalam Pencapaian Tujuan Belajar

1.      Kondisi-kondisi yang perlu diidentifikasi dalam pencapaian tujuan belajar terdiri atas kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal yaitu kondisi-kondisi yang berasal dari dalam diri siswa(psikologis), sedangkan kondisi eksternal yaitu kondisi-kondisi yang timbul dari luar diri siswa.

2.      Kondisi internal (psikologis) yang mempengaruhi pencapaian tujuan belajar, diantaranya:

1.      Sikap siswa terhadap proses belajar yang dilakukannya

2.      Motivasi belajar, terutama motivasi intrinsik

3.      Konsentrasi selama melakukan kegiatan belajar

4.      Kadar inteligensi yang dimiliki siswa

5.      Rasa percaya diri untuk belajar

3.      Kondisi eksternal yang mempengaruhi pencapai tujuan belajar, diantaranya:

1.      Kualitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran

2.      Sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran

3.      Lingkungan sosial siswa di sekolah[14]

Agar lulusan pendidikan berkualitas maka paradigma pembelajaran harus  mengakomodir 4 pilar pendidikan dari UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization). Pertama, learning to know: belajar untuk mengetahui lebih banyak varietas ilmu. Semakin banyak mengetahui, peserta didik diharapkan mampu bertindak bijaksana, tidak hanya berpikir secara sekuensi-dogmatis (lurus dan kaku), melainkan secara kon-sekuensi-kritis adaptif/tolerantif. Salah satu masalah besar rakyat Indonesia dewasa ini adalah kepicikan berpikir. Dalam arti cenderung sekuensi-dogmatis (fanatik dan intolerantif).

Kedua, learning to do: belajar untuk melakukan dalam rangka menyelesaikan masalah dan mengerjakan sesuatu. Di sini yang disasar adalah psikomotorik sang pelajar. Atau kemampuan bertindak dan daya kreativitas. Banyak peserta didik yang lemah daya kreatifnya. Mengapa? Karena kebiasaan berlatih kurang dibudayakan.

Ketiga, learning to be: kemampuan untuk menjadi-berkembang-bertumbuh sebagai manusia yang ideal.

Keempat, learning to live together: kemampuan untuk hidup berdampingan dengan orang lain. Anak didik mulai disadarkan untuk mencintai orang lain. Seperti kita tahu, manusia kiwari justru menjadikan perbedaan, golongan, suku, agama sebagai penyebab terjadinya konflik. Hal itu terjadi, mungkin karena belum mampu menerima kehadiran yang lain (the others). Selain itu, anak didik diarahkan agar mereka memiliki kesadaran akan nilai empati dan mau solider dengan orang lain. Artinya, UNESCO mengharapkan peserta didik tidak hanya “a knower and doer” melainkan sebagai “a self-finder and social-care-taker. UNESCO sadar bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk memanusiawikan manusia.[15]

Langkah yang paling strategis untuk perbaikan kualitas pembelajaran adalah dengan mulai menerapkan kegiatan pembelajaran yang menjadikan murid sebagai subyek belajar. Kegiatan belajar semacam ini dirumuskan dengan daur belajar yang dimulai dengan melakukanà mengungkapkanàmenganalisaàmenyimpulkan.

Tahap melakukan adalah tahap melaksanakan tugas dalam bentuk permainan kelompok, pekerjaan individu, simulai atau test. Para peserta didorong untuk melakukan pelaksanaan acara dengan sepenuh potensi dirinya, potensi fisik, akal/pikiran, emosi/nurani. Secara motorik, melibatkan emosi dan mempergunakan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Selain keterlibatan dirinya, juga berinteraksi dengan peserta lain dan menimbulkan ‘pengalaman’.

Tahap mengungkapkan adalah tahap mensistematisasikan pengalaman secara runtut dan logis. Inilah peristiwa pengalaman ilmiah. Peristiwa yang menyangkut dirinya atau teman sepengalaman. Pengalaman yang diungkapkan berupa pengalaman fisik, pengalaman kejiwaan dan emosi. Dengan pengungkapan ini diharapkan teridentifikasi kekuatan dan kelemahan diri atau proses pengenalan diri.

Tahap menganalisa adalah tahap menilai hubungan antar pengalaman, antara perilaku dan nilai-nilai acuan, antara emosi dan rasio dan hubungan antara pribadi peserta. Proses analisa dapat dilaksanakan sebagai presentasi pribadi atau diskusi kelompok. Analisa ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan  “mengapa terjadi seperti itu”. Atau “mengapa saya begini, kamu begitu?”

Tahap kesimpulan adalah tahapan “Pengalaman AHA”. Sesungguhnya secara alamiah, pribadi yang belajar selalu akan sampai pada “pengalaman AHA”, dalam waktu yang tanpa diduga. Seperti tertawa menonton kelucuan pelawak. Tetapi “pengalaman AHA” yang lebih besar bisa terjadi melalui diskusi, renungan atau refleksi, sampai pada menyadari bahwa dirinya punya kelemahan, punya kekuatan, berhasrat untuk meraih hasil, mempunyai dorongan untuk melakukan perubahan atau membangun citra baru. Integritas diri dan performance organisasi. Aha atau oh, adalah ungkapan “memahami” mengapa sesuatu terjadi begitu atau kesimpulan lainnya.[16]

Pembelajaran yang memfokuskan murid subyek belajar dan guru sebagai fasilitator sering disebut dengan student active learning atau yang dulu sering dikenal dengan CBSA (cara belajar siswa akti) adalah pola pembelajaran yang memfokuskan pada kegiatan siswa. Tugas guru adalah sebagai fasilitator yang merencanakan kegiatan pembelajaran, dari mulai memilih topic, membuat lesson plann atau RPP, membuat lembar kerja siswa, menyiapkan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, menyiapkan sumber pembelajaran. Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung guru bertindak sebagai pemandu atau mentor, murid melakukan pembelajaran sesuai dengan lembar kerja yang telah disiapkan. Kalau dikaji secara mendalam sesungguhnya CBSA mendasarkan pada paradigma baru. Murid dalam metode CBSA bukan dianggap obyek pendidikan, melainkan sebagai subyek pendidikan. Sesungguhnya yang penting bukan saja pengetahuan atau keterampilan akan diperoleh, melainkan juga bagaimana cara memperoleh pengetahuan atau keterampilan tersebut. Guru bukan merupakan satu-satunya sumber pengetahuan. Malahan, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator. Apa yang dikemukakan oleh guru masih bersifat “hypothetical”. Oleh karena itu murid perlu menguji kebenaran apa yang dikemukakan oleh guru. Dalam mengajar guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan guru akan aktif untuk mengkaitkan kurikulum dengan lingkungan yang dihadapi siswa. Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

Pembaharuan pengajaran yang mendasarkan pada paradigma baru tersebut di Cianjur telah menunjukkan hasil-hasil yang menggembirakan. Dalam bidang prestasi akademik nilai rata-rata NEM untuk daerah Cianjur mencapai 33,88 sedangkan untuk daerah Jawa Barat secara keseluruhan rata-rata NEM hanya mencapai 26,25. Pada aspek perilaku, lulusan SD Cianjur yang sekarang ini sudah di SMP mempunyai ciri-ciri , antara lain, (a) di kelas mereka aktif baik dalam mengajukan pertanyaan maupun dalam mencari bahan-bahan pelajaran yang mendukung apa yang tengah dipelajari, (b). mereka ini bisa bekerjasama dengan membuat kelompok-kelompok belajar, (c). mereka ini bersifat demokratis, berani menyampaikan gagasan, mempertahankan gagasan dan sekaligus berani pula menerima gagasan orang lain, dan (d) di samping mampu bekerjasama, mereka memiliki kepercayaan diri yang besar.[17]

Pembelajaran dengan system di atas umumnya dilakukan dengan system tematik, belajar diarahkan pada tema-tema yang relevan dengan kondisi masyarakat dan lingkugan tempat tinggalnya, pendekan ini sering disebut juga dengan contextual teaching and learning (CTL) yang lebih akrab dengan pembelajaran pada kehidupan sehari-hari. Sehingga murid belajar pada dunia nyata, bukan pada dunia khayal, pembelajaran semacam ini diharapkan murid tidak terasing dari lingkungan tempat tinggalnya.

Selain itu pembelajaran juga harus mengarah pada life skills education (pendidikan kecakapan untuk hidup) dimana kegiatan pemebelajaran diarahkan dengan kegiatan untuk menjalani kehidupan, persoalan sehari-hari yang dihadapi oleh seseorang pada urnumnya berkisar pada empat persoalan besar yang sangat mendasar sebagai persoalan utama. Keempat persoalan besar itu adalah: pertama persoalan yang berkaitan dengan dirinya sendiri, kedua persoalan yang berkaitan dengan keberadaannya bersama-sama dengan orang lain,  ketiga persoalan yang berkaitan dengan keberadaannya di suatu lingkungan alam tertentu, dan keempat persoalan yang berkaitan dengan pekerjaannya, baik yang berkaitan dengan pekerjaan utama yang ditekuni sebagai mata pencaharian maupun pekerjaan yang hanya sekadar sebagai hobi. Agar dapat menghadapi keempat persoalan utama tersebut dengan sebaik-baiknya, diperlukan adanya suatu kecakapan khusus yang minimal harus dapat dikuasai oleh seseorang. Untuk mempersiapkan hal itu secara dini, pada dasarnya perlu diupayakan dengan baik, sekurang-kurangnya empat jenis pendidikan kecakapan untuk hidup yang (Life Skills Education) yang harus dibekalkan kepada para siswa. Keempat jenis pendidikan kecakapan yang perlu diberikan untuk mempersiapkan anak didik agar dapat memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan atau kemampuan untuk menempuh perjalanan hidup itu, baik melalui pendidikan informal di dalam keluarga dan masyarakat, maupun melalui pendidikan formal di sekolah hendaknya mencakup: ‘personal  skills  education’,  ‘social  skills  education’, ‘environmental skills education’, dan ‘vocational atau occupational skills education’.

 a, ‘Personal Skills Education’ adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog secara baik dengan diri sendiri untuk mengaktualisasikan jati-dirinya sebagai manusia yang menjadi khalifah atau wakil Sang Pencipta di planet bumi ini.

b.  ‘Social  Skills  Education’  adalah  pendidikan  kecakapan  yang  perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog untuk bergaul secara baik dengan sesama manusia.

c.  ‘Environmental Skills  Education’  adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog secara baik dengan lingkungan alam sekitamya, untuk menikmati keindahannya dan menjaganya dari kerusakan-kerusakan karena ulahnya sendiri atau oleh manusia lainnya, serta kemampuan untuk menjaga diri dari pengaruh-pengaruhnya.

d.  ‘Vocational atau  Occupational Skills  Education’  adalah pendidikan kecakapan  yang  perlu  diberikan  kepada  anak  didik  agar  dapat mengembangkan kemampuan untuk menguasai dan menyenangi jenis pekerjaan tertentu. Jenis pekerjaan tertentu ini bukan hanya merupakan pekerjaan utama yang akan ditekum sebagai mata pencaharian,yaitu menjadi bekal untuk bekerja mencari nafkah yang halal yang merupakan salah satu kewajiban dalam menempuh perjalanan hidupnya di kelak kemudian hari. Jenis pekerjaan tertentu dapat juga merupakan pekerjaan yang hanya sekadar sebagai hobi.[18]

b.      Sistem evaluasi dan penilaian pendidikan

Keberhasilan proses pembelajaran akan dilihat dari hasil evaluasi atau penilaian, pro dan kontra terhadap pelaksanaan ujian nasional seharusnya tidak perlu terjadi, bila memahami apa itu evaluasi dan penilain pendidikan. Menurut Drs. Moh. Uzer Usman dalam bukunya (Menjadi Guru Profesional hal 11) menyatakan bahwa tujuan penilaian adalah :

1.      Untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan

2.      Untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran

3.      Untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan

4.      Untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelompok/kelas

5.      Untuk mengaklasifikasikan seorang siswa apakah termasuk dalam kelompok yang pandai, sedang, kurang atau cukup baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya.[19]

Dan menurut buku Mengukur Hasil Belajar (hal 72-74) yang di susun oleh Drs. Azhari Zakri menyatakan evaluasi bermanfaat bagi guru untuk :

1.      Mengukur kompetensi atau kapabalitas siswa, apakah mereka telah merealisasikan tujuan yang telah ditentukan.

2.      Menentukan tujuan mana yang belum direalisasikan sehingga dapat menentukan tindakan perbaikan yang cocok yang dapat diadakan

3.      Memutuskan ranking siswa, dalam hal kesuksesan mereka mencapai tujuan yang telah disepakati.

4.      Memberikan informasi kepada guru tentang cocok tidaknya strategi mengajar yang digunakan.

5.      Merencanakan prosedur untuk memperbaiki rencana pengajaran dan menentukan apakah sumber belajar tambahan perlu digunakan.

6.      Memberikan umpan balik kepada kita informasi bagi pengontrolan tentang sesuai tidaknya pengorganisasian belajar dan sumber belajar.

7.      Mengetahui dimana letak hambatan pencapaian tujuan tersebut.[20]

Selain itu penilaian dan pengukran pendidikan tidak lain juga untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran, apabila dia telah menjalankan kegiatan pembelajaran dengan benar dengan metode yang tepat, maka dia tidak takut dengan tes yang diberikann oleh pihak luar. Sebenarnya tes atau evaluasi pendidikan ada dua macam, yaitu:

  1. Internal tes (teacher made test) adalah tes yang dibuat oleh guru sendiri kemudian diujikan kepada muridnya.
  2. Eksternal tes adalah tes yang berasal dari luar, yang membuat soal bukan guru yang mengajar, biasanya lembaga lain yang membuat tes. Tes jenis ini orang lebih akrab dengan ujian nasional untuk di Indonesia, sedang di luar negeri banyak sekolah yang sengaja beli tes yang dibuat oleh lembaga pengukuran. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana kualitas pendidikan yang dikelola oleh sekolahnya.

 

 

Kesimpulan

Agar kualitas output lembaga pendidikan formal tidak menjadi pengangguran terdidik, maka harus ada upaya perbaikan pendidikan secara menyeluruh, beberapa aspek yang paling menonjol adalah:

  1. Kualitas guru ditingkatkan.
  2. Kualitas pembelajaran ditingkatkan dengan mengadopsi perkembangan pembelajaran mutahir, dan memperhatikan konsep psikologi belajar.
  3. Perbaikan system evaluasi dan penilaian pendidikan yang lebih transparan.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud (1995), Pembangunan Pendidikan Nasional Dalam Repelita VI, Jakarta.

De Porter,B & Hernacki, M. Quantum Learning, membiasaakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan( Bandung: Penerbit Kaifa, 2000)

Gordon Dryden & Jeannette Vos. Revolusi Cara Belajar. (Bandung: Penerbit Kaifa,2001)

Jerome S. Arcaro. Pendidikan Berbasis Mutu, Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan. (Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2005)

Unmer Malang (1994), Menuju Manajemen Perguruan Tinggi yang Efisien, Rumusan Hasil Seminar, 27-28 Juli 1994, Malang.

___________ (1996), Mempersiapkan Mutu Perguruan Tinggi Menuju Kualitas Global, Kumpulan Makalah Seminar Nasional 11-13 November 1996, Malang.

Unmer Malang, Kumpulan makalah Hasil Seminar Nasional “Mutu PTS menjelang Era Globalisasi”, 1996.

Unmer Malang, Laporan Hasil Seminar “Menuju Manajemen PTS yang Efisien”, 1995.

Utomo Dananjaya, Sekolah Gratis Esai-esai Pendidikan yang Membebaskan(Jakarta: Paramadina, 2005)

Wahjoetoemo (1995), Manajemen Perguruan Tinggi pada Era Global, Grasindo, Jakarta.

___________ (1993), Deregulasi Pendidikan, Grasindo, Jakarta

http://edu-articles.com/menggugah-perspektif-masyarakat-terhadap-paradigma-baru-sistem-pendidikan-nasional/

http://uharsputra.wordpress.com/artikel/manajemen-pengetahuan/

http://www.untag.ac.id/index.php?mod=berita&id=38


http://rindupulang.blogspot.com/2000/05/reorientasi-pendidikan-sebagai.html

http://deroe.wordpress.com/2007/12/03/tantangan-pendidikan-dalam-kondisi-indonesia/

 

 

 


http://jurnal-kopertis4.tripod.com/8-01.html

 


[2]http//www.eka-bakulmie.blogspot.com

[5] Utomo Dananjaya, Sekolah Gratis Esai-esai Pendidikan yang Membebaskan(Jakarta: Paramadina, 2005)

[8] Adiwikarta, Sudardja, Landasan Sosiologi dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan(Bandung: Univertas Pendidikan Indonesia Press, 2007) h.88

[9] ibid

[11] Utomo Dananjaya, Sekolah Gratis Esai-esai Pendidikan yang Membebaskan(Jakarta: Paramadina, 2005)

[16] Utomo Dananjaya, Sekolah Gratis Esai-esai Pendidikan yang Membebaskan(Jakarta: Paramadina, 2005)

Standar

Guru Ideal Prespektif AlQuran dan Sunnah

 

I.                   Pendahuluan

 

Keterpurukan Bangsa Indonesia dewasa ini yang meliputi berbagai aspek kehidupan disebabkan oleh gagalnya pendidikan di Negara ini. Kalau disimak secara seksama, kegagalan pendidikan di Indonesia hampir menyeluruh disegala aspek, bila mengacu pada taksonomi Bloom, maka kegagalan pendidikan di Indonesia meliputi aspek afektif, aspek kognitif, dan aspek psikomotor. Kegagalan di aspek afektif dapat dilihat dari rendahnya akhlaq peserta didik sehingga banyak lembaga  pendidikan yang perlu mengikutkan siswa-siswinya mengikuti pelatihan di luar sekolah di bidang  moralitas seperti ESQ dan pelatihan-pelatihan sejenis. Di bidang kognisi juga hasilnya sangat jauh di bawah harapan, sekolah yang mengharapkan lulusannya berkualitas dengan nilai yang rata-ratanya tinggi dan dapat diterima di sekolah yang menjadi harapan orang tua harus menggandeng lembaga bimbingan belajar atau menyuruh murid-muridnya untuk mengikuti bimbel. Di bidang psikomotor juga hasilnya sama saja, hampir sebagian besar lulusan sekolah diberbagai bidang dan jenjang memiliki keterampilan yang kurang memadai.

Dari kondisi di atas kalau diurai dengan pikiran yang dingin, maka fungsi sekolah yang ada di Indonesia sebagian besar mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut menurut guru besar Fakultas Tarbiah IAIN Raden Fatah Prof Dr Abdullah Idi mengatakan, rendahnya kualitas pendidikan ditentukan oleh kelayakan kualitas guru yang mengajar. “Menurut penelitian terakhir yang dilakukan Litbang Depdiknas, proporsi (perbandingan) antara guru yang layak dan tidak layak rata-rata hampir sebanding,” ungkap dia. Untuk pendidikan tingkat sekolah dasar misalnya, ungkap Abdullah,49% guru SD dinyatakan tidak layak dan hanya 50,7% yang layak.Kelayakan ini,terang dia,ditentukan salah satunya dari tingkat pendidikan guru yang mengajar.[1]

 

Rendahnya kualitas guru disebabkan oleh beberapa faktor, faktor yang pertama adalah politik pendidikan pemerintah yang salah, kedua kualitas input LPTK yang relative lebih rendah dibanding input Perguruan tinggi unggulan yang sebagian besar mengelola fakultas non kependidikan, ketiga system pendidikan dan kurikulum yang kurang mengacu pada kompetensi. Faktor-faktor tersebut akan menghasilkan kualitas lulusan LPTK yang kurang kompeten di bidang pembelajaran.

Belum lagi masalah dikhotomis system pendidikan di Indonesia, yang dibedakan dalam pendidikan umum dan pendidikan agama, ini yang semakin memperparah kualitas anak didik, guru tamatan perguruan tinggi agama hanya mengajar masalah-masalah agama, parahnya lagi kurikulum agama yang berlaku pada sebagian besar perguruan tinggi agama berorientasi pada lembaga donor yang memberi dana dalam pengiriman tenaga dosen di perguruan tinggi itu ke luar negeri, alih-alih memberikan pengajaran yang benar tentang Islam malah mereka mengajarkan Islam versi professor yang menjadi mentor mereka di Mc. Gill, Lieden, dan Chicago yang notabene mengusung pendangkalan ajaran Islam. Mereka sebenarnya “biang kerok” masalah pendidikan Islam di Indonesia, baik dari kurikulum maupun orientasi pemahaman Islam yang keliru, mereka mengajarkan Islam tetapi bukan untuk semakin kaaffah Islamnya, justru tujuannya agar murid/mahasiswanya ragu akan kebenaran Islam. Kondisi semacam ini merupakan salah satu penyebabkan kemerosotan akhlaq di Indonesia.

Guru-guru tamatan LPTK umum hanya mengajarkan masing-masing disiplin ilmu saja, guru matematika hanya berkutat pada pembelajaran matematika, guru biologi hanya mengajarkan biologi semata dan itupun versi barat. Akibat dari input di LPTK pada umumnya bukan generasi terbaik dari lulusan SMA, maka setelah jadi guru juga kompetensinya tidak sebagus yang diharapkan. Rendahnya kompetensi guru itu menyebabkan bila sekolah ingin murid-muridnya lulus UN dengan nilai yang cukup bagus, maka solusi pemecahannya adalah dengan melibatkan lembaga bimbingan belajar. Maraknya sekolah yang bekerja sama dengan lembaga bimbingan belajar adalah suatu tanda rendahnya kualitas pembelajaran di sekolah formal, dengan kata lain tugas guru di sekolah umum juga gagal.

Guru yang menurut Ki Hajar Dewantoro sebagai sosok yang dapat digugu dan ditiru, dewasa ini benar-benar banyak berada di titik nadir, bahkan dipresentasikan menjadi wagu dan saru, sebagai contoh banyak guru yang berbuat amoral, yang paling aktual adalah banyak guru yang merasa tidak mampu mengajar muridnya dengan baik dan ingin anak didiknya lulus UN mereka membocorkan soal UN, dengan dalih kalau saya jujur murid saya tidak lulus.

Bila dibandingkan guru di masa sekarang dengan guru pada masa awal Islam sangatlah jauh, guru pada masa awal Islam merupakan manusia yang paripurna, lihatlah sosok seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Ar-Razi, AlKhoaritsmi, dan tokoh-tokoh lainnya. Beliau-beliau merupakan sosok ulama yang ilmuwan (guru) dan ilmuwan (guru) yang ulama, yang berkedudukan terhormat di masyarakat, bahkan sebagian besar dari mereka menjadi penasihat pemerintah, dimana pemerintah bila membutuhkan nasehat dari para ulama dengan rela mendatangi rumah atau masjid tempat guru itu tinggal. Kahebatan guru pada masa kejayaan Islam, disebabkan oleh komitmennya dalam meneladani kehidupan sang maha guru yaitu Nabi Muhammad SAW.

Dalam segala kegiatan Nabi SAW., guru-guru itu diturut sertakan. Dalam perang, guru turut serta. Dan perjanjian-perjanjian juga turut serta. Juga utusan ke daerah-daerah yang baru masuk Islam diutus guru-guru untuk menyiarkan agama baru itu, seperti prutusan Muaz bin Jabal ke negeri Yaman. Juga perutusan Nabi SAW. kepada penguasa-penguasa kerajan-kerajaan bukan Islam pada waktu itu adalah guru-guru yang mengajak mereka masuk Islam. Dengan kata lain,mereka menjadi duta-duta Nabi ke negara-negara tersebut untuk menyampaikanperutusan Nabi SAW. Kemudian setelah Negara Islam bertambah luas disiapkanlah orang-orang tertentu yang mengajarkan Islam kepada kanak-kanak muda dan masyarakat. Sudah tentu orang-orang bertugas menjalankan pengajaran itu adalah orang-orang yang paling mengerti akan ajaran Islam sendiri. Dengan kata lain ulama-ulama Islam itu adalah guru-guru juga.[2] 

 

Melihat kondisi di atas, tulisan ini akan berupaya mendeskripsikan tentang profil guru ideal menurut Al-Qur-an dan Sunnah dan bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan guru yang berkualitas sehingga mampu mendidik umat ini agar menjadi umat terbaik sebagaimana firman Allah Surat Ali Imron (3) ayat 110

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.[3]

II.                Perumusan Masalah

1.                  Bagaimana profil guru ideal menurut Al-Qur-an dan Assunnah?

2.                  Bagaimana konsep dan kurikulum pendidikan guru agar menghasilkan guru-guru yang ideal sesuai dengan AlQur-an dan Assunnah?

III.             Pembahasan

Guru atau pendidik dalam terminologi Islam merupakan terjemahan dari kata murabbi,  mu’allim, dan mu’adid yang mempunyai makna yang berbeda, sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam konteks tertentu mempunyai kesamaan makna.

            Murabbi

Kata murabbi dijumpai dalam kalimat yang orientasinya pada pemeliharaan, baik fisik maupun spiritual, pendidik dalam konteks ini mengharapkan anak didiknya tumbuh dengan optimal dan tawazun baik jasmani maupun akhlaqnya

            Mu’allim

Kata mu’allim, lebih sering dipakai dalam aktivitas pendidikan yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan dari seseorang yang tahu kepada seseorang, yang lebih dikenal dengan makna pengajaran

            Mu’addib

Sedangkan istilah muaddib tidak sekedar transfer pengetahuan saja tetapi berkaitan dengan komitmen kearah perilaku, kata muaddib dirasa lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.

 

A. Nabi Muhammad SAW adalah Guru Utama

Dalam Alqur-an Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW adalah untuk menjadi guru, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Jum’ah(62) ayat 2, Allah Berfirman

“ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”[4]

Pada ayat ini, dijelaskan bahwa Tugas Nabi Muhammad SAW adalah:

a.       Membacakan ayat suci Al Qur-an yang sdi dalamnya terdapat petunjuk dan bimbingan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat..

b.      Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, dosa kemusyrikan, sifat-sifat jahiliyah yang biadab sehingga mereka berakidah tauhid meng Esakan Allah SWT, tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan mereka dan tidak percaya lagi kepada sembahan mereka seperti batu, pohon kayu, dan sebagainya.

c.       Mengajarkan kepada mereka syari’at agama beserta hukum-hukumnya serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.[5]

Diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk mendidik umatnya dari kegelapan/kebodohan  (jahiliyah) kepada kondisi yang tercerahkan secara iman dan tradisi kehidupan di bawah naungan Alqur-an. Sebagai Rasul utusan Allah tugas utama adalah mendidik umatnya, firman Allah dalam Surat Ali Imron (3):164 :

 

“ Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.[6]

 

Allah SWT benar-benar memberi keuntungan dan nikmat kepada semua orang-orang mukmin umumnya dan kepada orang-orang beriman bersama-sama Rasulullah khususnya, karena Alllah mengutus rasul dari kalangan mereka sendiri, sehingga mereka mudah memahami tutur katanya dan dapat menyaksikan tingkah lakunya untuk diikuti dan dicontoh amal-amal perbuatannya. Nabi Muhammad langsung membacakan ayat-ayat kebesaran Allah mensucikan mereka dalam amal dan I’tikad, dan mengajarkan kepada mereka (Alqur-an) serta hukum-hukum Allah. Sedangkan sebelum datangmya Rasul itu nyata-nyata mereka dalam kesesatan.[7]

Nabi Muhammad SAW. bersabdanya :

إِنَّ الله بَعَثَنِى مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

“ Sesungguhnya Allah yang mengutusku sebagai seorang mualim dan pemberi kemudahan”[8]

Dari hadits di atas, Nabi SAW menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa Allah mengutus dirinya sebagai seorang mualim dan pemberi kemudahan, pendidikan yang Nabi SAW berikan kepada ummatnya diberikan dengan pengertian yang jelas melalui perkataan yang jelas dan mulai dari yang ringan. Suatu saat datang orang Quraisy menemui Nabi SAW dan menyatakan ingin masuk Islam, meskipun si Quraisy ini ingin masuk Islam, tetapi dia minta dispensasi kepada Nabi untuk tetap diperbolehkan mengerjakan maksiat seperti judi, minum khamar, dan zina. Menghadapi permohonan yang demikian Nabi Muhammad SAW. menjawab dengan bijaksana dengan mengatakan boleh mengerjakan apa saja asalkan orang Quraisy tersebut jujur. Mendengar jawaban yang begitu mudah untuk masuk Islam orang Quraisy ini merasa senang, kemudian dia pergi meninggalkan Nabi dengan gembira. Besoknya, ketika dia akan berjudi dia berpikir kalau saya sampai berjudi kemudian bertemu dengan Nabi SAW. dan Nabi bertanya maka saya harus bercerita jujur kepada Nabi SAW alangkah malunya aku, maka si Quraisy-pun mengurungkan niatnya utuk berjudi. Demikian juga kedia dia ingin berzina,  ingin mabuk, diapun mengurungkan keinginannya, dia bayangkan andaikan setelah dia berzina bertemu dengan Nabi SAW kemudian beliau bertanya dan si Quraisy ini harus berkata jujur aduh alangkah malunya. Akhirnya si Quraisy ini meninggalkan segala kemaksiatan yang biasa dikerjakan dan menjadi sorang Islam yang taat.

Sebagai seorang guru, Nabi Muhammad SAW. tidak hanya berorientasi kepada kecakapan-kecakapan ranah cipta saja, tetapi juga mencakup dimensi ranah rasa dan karsa. Bahkan lebih dari itu Nabi Muhammad SAW. sudah menunjukan kesempurnaan sebagai seorang pendidik sekaligus pengajar, karena beliau dalam pelaksanaan pembelajarannya sudah mencakup semua aspek yang ditetapkan oleh oleh para ahli pendidikan bahwa pendidikan harus bersifat kognitif (Rasulullah SAW. menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain), bersifat psikomotorik (Rasulullah SAW. melatih keterampilan jasmani kepada para sahabatnya), bersifat afektif (Rasulullah SAW. selalu menanamkan nilai dan keyakinan kepada sahabatnya).[9]

Nabi Muhammad SAW. adalah sesosok guru yang telah memenuhi semua sifat dan syarat seorang guru yang telah ditetapkan oleh para ahli pendidikan. An-Nahlawi misalnya, menetapkan sepuluh sifat dan syarat bagi seorang guru yaitu : Pertama, harus memiliki sifat rabbani, artinya seorang guru harus mengaitkan dirinya kepada Tuhan melalui ketaatan pada syariatnya. Kedua, harus menyempurnakan sifat rabbaniahnya dengan keikhlasan, artinya aktivitas pendidikan tidak hanya utntuk sekedar menambah wawasan melainkan lebih dari itu harus ditujukan untuk meraih keridaan Allah SWT. serta mewujudkan kebenaran. Ketiga, harus mengajarkan ilmunya dengan sabar. Keempat, harus memilki kejujuran, artinya yang diajarkan harus sesuai dengan yang dilakukan. Kelima, harus berpengetahuan luas dibidangnya. Keenam, harus cerdik dan trampil dalam menciptakan mertode pengajaran yang sesuai dengan materi. Ketujuh, harus mampu bersikap tegas dan meletakan sesuatu sesuai dengan proporsinya. Kedelapan, harus memahami anak didik baik karakter maupun kemampuannya. Kesembilan, harus peka terhadap fenomena kehidupan. Kesepuluh, harus bersikap adil terhadap seluruh anak didik[10]

 

 Guru yang baik menurut Ibnu Sina adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan bermain-main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, bersih, suci murni, menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam membimbing anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri. Selain itu guru juga harus mengutamakan kepentingan umnat daripada kepentingan dirinya sendiri. [11]

Al-Qarashi, menetapkan sedikitnya 25 sifat dan tanggung jawab seorang guru, antara lain; bahwa seorang guru harus mempersembahkan aktivitas kedisiplinan mereka hanya kepada Allah SWT., amal mereka harus ditujukan untuk perbaikan generasi muda kaum muslimin, harus memiliki keimanan yang luar biasa kepada Allah SWT., harus menghindari pekerjaan yang hina, harus membersihkan tubuh mereka serta melaksanakan kegiatan membersihkan diri mereka lainnya, harus sederhana dalam pakaian, sederhana dalam makanan, sederhana tempat tinggal, harus mampu mengampuni dan memaafkan kesalahan muridnya, harus menyadari tingkat pemahaman murid-muridnya, harus mampu menyediakan waktu untuk muridnya.[12]

 

 Seorang guru yang baik (ideal) menurut al-Ghazali adalah guru yang memiliki sifat-sifat umum yaitu cerdas dan sempurna akalnya, baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan ahklaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, serta dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tuga mengajar atau mendidik dan dapat mengarahkan murid-muridnya dengan baik.

Sedangkan sifat-sifat khusus yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah, pertama, memilki rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dalam melaksanakan praktek mengajar, sehingga akan menimbulkan rasa tentram dan rasa percaya diri pada diri murid terhadap gurunya. Kedua, Mengajar hendaknya didasarkan atas kewajiban bagi setiap orang yang berilmu, sehingga ketika mengajar yang menjadi tujuan utamanya adalah ibadah kepada Allah SWT. Ketiga, dapat berfungsi sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar dihadapan murid-muridnya. Keempat, dalam mengajar hendaknya seorang guru menggunakan cara-cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, yang dapat menimbulkan frustasi bagi murid-muridnya. Kelima, seorang guru yang baik harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik dihadapan murid-muridnya, harus bersikap toleran dan menghargai keahlian orang lain. Keenam, memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan memperlakukan sesuai dengan tingkat perbedaan tersebut. Ketujuh, guru dapat mehami bakat, tabi’at dan kejiwaan murid sesuai dengan tingkat perbedaan usianya. Kedelapan, seorang guru yang baik adalah guru yang dapat berpegang terhadap apa yang diucapkannya, serta berupaya untuk dapat merealisasikan ucapannya dalam prilaku kesehariannya.[13]

            Kalau disimak secara teliti, kriteria-kriteria guru yang dirumuskan pada kutipan-kutipan di atas, maka kriteria itu semua ada pada Nabi Muhammad SAW, sehingga dapatlah dikatakan bahwa profil guru ideal adalah Nabi Muhammad SAW. Jadi Nabi Muhammad SAW adalah prototype guru yang ideal, sebagai guru ideal Nabi selalu mulai dari diri sendiri dulu, kemudian sahabat-sahabatnya mengikuti apa yang Nabi ajarkan dan Nabi kerjakan. Allah berfirman dalam Surat  AlAzab(33);21 :

 

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.[14]

 

 

B. Ciri-ciri Guru Ideal Menurut Al Qur-an dan Sunnah

Dari uraian di atas, pendapat-pendapat para ahli pendidikan tentang profil guru ideal tidak lain mengarah pada sosok Nabi Muhammad SAW, dalam Al-qur-an dan Sunnah kriteria guru ideal adalah:

1.      Jujur 

[33:23] Di antara orang-orang mu’min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu {1209} dan mereka tidak merobah (janjinya),

 

 

 

Attaubah(9):119

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.[15]

 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Hendaklah kalian jujur, karena kejujuran akan menghantarkan kepada kebaikan dan kebaikan akan menghantarkan ke surga” (H.R. Bukhori dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu),[16]

Kejujuran merupakan kunci dari ajaran Islam, seorang guru harus jujur, yaitu harus berkata sesuai dengan fakta, menyampaikan kebenaran apa adanya, meskipun apa yang disampaikan berat bagi dirinya. Kejujuran harus dijunjung tinggi dalam pendidikan, dan guru harus orang yang pertama kali memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari, guru harus jujur dalam perkataan, jujur dalam bermu’amalah, dan jujur menyampaikan kebenaran. Dengan contoh yang kongkret dalam penerapan kejujuran di hadapan murid-muridnya, diharapkan anak didiknya dapat terkondisikan untuk menjungjung tinggi kejujuran. Anak didik berusaha untuk jujur dalam segala perbuatan, tidak mencontek dalam menghadapi ujian, tidak memanipulasi nilai yang diperoleh, tidak menyuap dalam segala urusan, dan mengerjakan segala kegiatan sesuai dengan aturan yang benar. Bila jujur sudah menjadi jalan hidupnya, menjadi habit (kebiasaan) maka diharapkan generasi mendatang akan tumbuh menjadi generasi yang anti korupsi dan perbuatan yang manipulatif.   

            Munculnya generasi yang korup dewasa ini disebabkan oleh gagalnya aspek kejujuran diterapkan dalam semua lini kehidupan. Contoh kongkret di masyarakat, sudah bukan rahasia lagi untuk menjadi guru (pegawai negeri) seorang calon guru harus menyuap penjabat yang berwenang menerima guru, sejak tahun 1980-an untuk menjadi guru negeri harus menyediakan uang sampai puluhan juta rupiah. Karena sudah mengeluarkan uang untuk menyuap, maka prinsip break even point  berlaku, untuk mengembalikan modalnya maka seorang guru harus koruptif, seperti memanipulasi data laporan keuangan, menjual nilai kepada muridnya, membocorkan soal ujian, menerima suap dalam penerimaan murid baru dan sifat-sifat koruptif lainnya.

            Di pihak murid juga terjadi unsur penyimpangan terutama dalam penerimaan murid baru, banyak orang tua murid yang memasukkan anaknya ke sekolah yang diangggap “unggulan” rela menyuap panatia penrimaan murid baru di sekolah itu. Ini karena pihak guru (sekolah) yang memulai berbuat koruptif, sehingga orang tua muridpun dibuat untuk melakukan hal yang sama. Kebiasaan ini tidak lantas berhenti sampai di sini, malah kebiasaan koruptif justru semakin berkembang, ini disebabkan oleh rendahnya potensi yang dimiliki oleh murid itu sehingga untuk mendapat nilai yang ”bagus” harus melalui jalan curang dengan cara mencotek, kebiasaan ini terus barjalan sampai dia lulus dan masuk kerja. Siklus ini akan berjalan terus, artinya koruptif akan selalu muncul dalam kehidupan masyarakat, bila tidak diputus mata rantainya. Salah satu upaya pemutusan mata rantai koruptif adalah dengan menerapkan syarat bagi sorang guru harus jujur.

 

2.      Sabar

Surat Al anfal(8): 46, 66

 Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.[17]

Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.[18]] 

 

Surat Arra’d(13): 22

Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),.[19] 

            Thoha(20):130

 

Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.[20]

 

Seorang guru harus sabar, sabar dalam pengertian ini adalah mengerjakan aktivitas pembelajaran sesuai dengan kaidah-kaidah pembelajaran (prinsip-prinsip belajar), adapun menurut Pat Alexander (1992) yang termasuk prinsip of learning adalah active learning, meaningful material, multi-sense learning, first and last impressions, practice and reinforcement, feedback, dan reward.[21]

Guru yang sabar adalah guru yang memahami dan mampu menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam kegiatan pembelajaran,

3.      Adil

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.[22] .

 Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu {188} (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. .[23]

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[24] 

4.      Amanah

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.[25] 

                                                                                                                            

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.[26] 

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan

Janjinya.[27] .

 

 

5.      Dermawan

Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at {160}. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. .[28]

 (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta’at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur .[29] 

  Alma’arij(70):24-25

 

dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), .[30] 

 

Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik) .[31],

 

6.      Istiqomah

AlIah berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.[32] 

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. .[33] 

Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, .[34] 

 

7.      Pemberani

 

] Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,[35]

 

Annisa(4):84

Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mu’min (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya).[36]

 

Dari Anas bin Malik r.a. katanya: Rasulullah SAW adalah oarang yang paling baik, paling pemurah, dan paling berani. Pada suatu hari penduduk Madinah dikejutkan oleh suatu suara, lalu orang banyak keluar ke arah datangnya suara itu. Di tengah jalan mereka bertemu dengan Rasulullah SAW hendak pulang. Rupanya telah mendahului mereka pergi ke tempat datangnya suarua it. Beliau mengendarai kuda yang dipinjamnya dari Abu Thalhah, sambil menyandang pedang. Sabda Beliau.” Jangan panic! Jangan panic!” kata Anas, “Kami dapati beliau memang santai-santai saja, dan berkuda perlahan-lahan.”[37]

8.      Zuhud

Qoshshosh (28):80

 

Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar” .[38] 

 

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat[39].

 

Adhdhuha(93):5

 

Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas.[40]

 

 

9.      Rendah hati

Al Israa(17):37

 

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. [41]

Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada keni’matan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. [42]

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan[43]

 dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. [44]

 

 

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. [45]

 

10.  Pemaaf

Alhijr (15):85

 

Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik. [46]

                          

                        Almu’minun(23):96

Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan .[47]

Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. [48]

11.  Penuh kasih sayang

 Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud {1407}. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. [49]

 

Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang[50]

 

12.  Visioner

Alhasr(59):18

 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[51]

13.  Ulil Albab

Ali Imron(3):190-191                                                                 

 

 

 

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,  (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. [52]

 

 

 

14.  Komitmen

Surat ash-shof(61):2-3

 

 

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. [53]

 

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan[54]

 

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. [55]

 

15.  Kompeten

“jika sesuatu pekerjaan tidak ditangani dengan ahlinya maka tunggu lah kehancurannya”[56]

Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu ? Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given[57]

 

C. Kerangka Pikir Kurikulum  Pendidikan Guru yang Ideal


“Tidaklah akan bangkit kembali umat ini kecuali dengan melalui cara yang dilalui oleh umat sebelumnya.” Anas R.A.

Langkah yang harus dilakukan adalah :

1.      Rekrutment tenaga pengajar yang berkualitas

2.      merekrut calon mahasiswa yang terbaik

3.      pendidikan sistem asrama

4.      kurikulum sebagai berikut.

 

 

INPUT

MK DASAR

MK POKOK

MK PROFESIONAL

BAHASA

ARAB

QUR-AN & HADITS

ISLAMIC WORLDVIEW

LEADERSHIP

SEJARAH ILMU  PENGETAHUAN

HUMANIORA

BAHASA

INGGRIS

SESUAI BIDANGNYA

MATEMATIKA DASAR & STATISTIK

JUJUR

KOMITMEN

AMANAH

ADIL

PEMAAF

 ZUHUD

PENUH KASIH SAYANG

RENDAH HATI,

ISTIQOMAH

DERMAWAN

SABAR

ULIL ALBAB

PEMBERANI

KOMPETEN

VISIONER

ILMU PEMBELAJARAN

MANAJEMEN

GURU

IDEAL

 

IV.             Simpulan

            Guru ideal menurut Al Qur-an dan Sunah adalah guru yang mewarisi akhlaq Nabi Muhammad SAW, yang memiliki cirri-ciri jujur, sabar, adil, amanah, dermawan, istiqomah, pemberani, zuhud, rendah hati, pemaaf, penuh kasih sayang, visioner, ulil albab, komitmen, dan kompeten.

            Untuk menghasilkan guru yang ideal perlu ada terobosan baru, yaitu menjaring calon-calon yang berkualitas, kemudian didik dengan system dan kurikulum yang mengacu pada pembentukan guru ideal.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Bustami A Gani, Prof. dkk . Alqur-an dan Tafsitnya. Universitas Islam Indonesia(Yogyakarta:1995)Cet. I,.

Hamka, Prof . Dr. . Tafsir Al Azhar

An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (terj.), Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hal. 170

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2001

Langgulung, Hasan, Prof. Dr. Manusia dan Pendidikan.Pustaka Alhusna Baru. Jakarta 2004.

Natsir, M. Capita Selekta. Bulan Bintang. Jakarta 1973

 

 


[1]Koran Seputar Indonesia edisi senin, 7- 04-2008

[2] Hasan Langgulung, Prof. Dr.,Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan.Pustaka Alhusna Baru.(Jakarta:2004)cet. I hal.195

[3] QS Ali Imron (3) : 110

[4]

[5] Bustami A Gani, Prof. dkk . Alqur-an dan Tafsitnya. Universitas Islam Indonesia(Yogyakarta:1995)Cet. I, jld X h.143-144.

 [6] QS Ali Imron (3):164

[7]  ibid,  jld II hal 79

[8] HR

[9]An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (terj.), Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hal. 170

[10]An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (terj.), Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hal. 170

[11]Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2001, hal.77-78

[12]Op. Cit., hal. 138

[13]Op. Cit., hal. 95

[14]  QS AlAzab(33);21

[15]  QS Attaubah(9):119

[17]Al anfal(8): 46

[18]Al anfal(8): 66

[19] Arra’d(13): 22

[20] Thoha(20): 130

[22]  Annisa (4):58

[23] Ali Imron (3): 18

[24] .( 5:8) 

[25] .[ 4:58] 

[26] . [8:27]

[27] [23:8] 

[28] [2:254] 

 [29] [.3:17]

[30] [70:24-25]

[31] [13:22] 

[32] “.[10:89]

[33] (11:112]

[34] [41:6] 

[35] [33:70

[36] Annisa(4):84

 [37] Shahih Muslim Hadits no. 2136.

[38] [28:80] 

[39] [42:20] 

[40] [93:5] 

[41] [17:37] 

[42] [15:88]

[43] . [25:63] 

[44] [26:215]

[45] [31:18] 

[46] [15:85] 

[47] [23:96]

[48] [7:199]

[49] [48:29]

[50] . [90:17] 

[51] . [59:18]

[52][3:190-191] 

[53] [61:2-3] 

[54] . [11:112] 

[55] [45:18] 

[56] HR .

Standar

Khubah Idul Fitri 1434H.

KHUTBAH PERTAMA

 

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ x

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا

لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلّا إِيّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْن وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْن، وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْن، وَلَوْ كَرِهَ الْمُنَافِقُوْن. لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ،

لَا إِلَهَ إِلّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد.

إِنّ الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا، أَشُهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ، اللّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا مُحَمَّدٍ أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن،

أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِالتَّقْوَى فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

قَالَ اللهُ سبحانه وتَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْعَزِيْز، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ الله الرَّحْمنِ الرَّحِيْم: ((يَا آيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ادْخُلُوْا فِيْ السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ)) (سورة البقرة:208)

وقال تعالى أيضا: ((قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا)) (سورة الشمس:9-10)

Ma`asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah

Mari kita panjatkan Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kepada kita banyak sekali nikmat. Diantaranya nikmat yang paling utama adalah nikmat Iman dan Islam, bayangkan kalau Allah tidak memberikan kita nikmat iman danIslam pasti kita tidak ada di tempat ini, dan betapa banyak manusia yang tidak mendapat petunjuk Allah sehingga dia hidup dalam kekafiran. Na’udzubillah. Dan Nikmat yang lain adalah nikmat sehat yaitu kita diberi paru-paru yang masih berfungsi dengan baik sehingga kita bisa menghirup udara dengan bebas dan gratis, bayangkan kalau paru-paru kita mengalami gangguan kita tidak berada di tempat ini kita mungkin terbaring di rumah sakit menggunakan alat bantu pernapasan, Dan kita diberi jantung yang masih berdenyut tanpa henti sehingga darah masih mengalir di tubuh kita, bayangkan kalau jantung kita mengalami gangguan mungkin kita harus masuk ICU menggunakan alat pacu jantung. Dan masih banyak nikmat yang lainnya yang takkan pernah bisa kita hitung jumlahnya.

Dan perwujudan syukur kita atas nikmat iman dan Islam adalah dengan melaksanakan perintah Allah dengan beribadah kepadaNya tanpa menyalahi ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah SWT. Sedangkan perwujudan syukur atas nikmat sehat adalah kita harus melaksanakan pola hidup sehat. Kita jaga paru-paru dan jantung kita dengan dengan memenuhi kebutuhan dengan yang halal dan thayib. Jangan masukkan dzat-dzat yang membahayakan tubuh kita. Namun sayang banyak hambaNyalah yang selalu melupakan Dia, bahkan sebagian dari hamba Allah itu justru menggunakan ni`mat yang diberikan untuk berbuat maksiat kepadaNya, untuk itu mari kita sadari dan kita renungkan, semoga kita tidak termasuk dalam golongan tersebut, akan tetapi kita harus menjadi hambaNya yang bersyukur agar ni`mat itu selalu bertambah bagi kita. Allah SWT berfirman:

(( لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ )) (سورة إبراهيم: 7)

“Jika kalian bersyukur terhadap nikmatku niscaya akan aku tambah ni`mat tersebut, tetapi jika kalian kufur sungguh azabKu sangatlah pedih”  (Q.S. Ibrahim: 7  )

Shalawat dan salam juga haruslah selalu kita perbanyak untuk Rasulullah SAW yang telah berjuang dan mengorbankan segala-galanya untuk kemaslahatan dan kebahagiaan ummatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga saja kecintaan kita kepada Beliau selalu bertambah dan tak pernah pudar, dan kita berharap semoga ungkapan shalawat yang selalu membasahi lidah kita itu membuat kita menjadi orang yang berhak mendapatkan syafa`atnya di Yaumil Mahsyar nanti. Amin

الله اَكْبَر اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ الحَمْدُ

Ma`asyiral Hadirin wal Hadirat Rahimakumullah 

Pada hari yang mulia ini umat Islam di barbagai belahan dunia sejak matahari tenggelam beramai-ramai melantunkan  Takbir, Tahmid dan Tahlil sebagai wujud rasa bahagia dalam menyambut hari kemenangan. Semua kaum muslimin berbahagia karena sebulan penuh telah berhasil melawan hawa nafsu serta mengisi detik-detik waktunya dengan berbagai macam bentuk kebaikan yang akan mendekatkan diri mereka kepada Allah SWT. Berpuasa di siang hari, shalat di malam hari, memperbanyak tilawah Al-Quran, berdo`a dan beristighfar, berinfaq dan bersedekah, menjalin hubungan silaturrahim, dan lain sebagainya, seraya berharap semua kebaikan tersebut diterima oleh Allah SWT dan dapat memperpanjang catatan amalan kebaikan kita yang akan diperlihatkan di akhirat kelak.

Meskipun demikian ada satu hal yang harus diketahui bahwa kebahagiaan yang terpancar di raut wajah hari ini memiliki dua kemungkinan, sebahagian dari mereka ada yang berbahagia karena sedang menyambut kemenangan dirinya sendiri, sementara sebahagian yang lain ada pula yang berbahagia tapi sekedar merayakan kemenangan orang lain. Dalam hal ini kita tidak dianjurkan untuk menilai orang lain, kita hanya dituntut untuk merenungkan diri kita masing-masing apakah kita sekarang benar-benar sedang merayakan kemenangan diri kita sendiri, ataukah sedang berpura-pura bahagia dalam menyambut kemenangan orang lain. Kita semua berharap semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya kepada kita bersama, amin.

Orang yang berbahagia sesungguhnya adalah mereka yang telah mendapatkan ampunan dan maghfirah Allah SWT karena telah memanfaatkan detik-detik Ramadhan secara maksimal untuk berbagai bentuk kebaikan yang dilaksanakan atas dasar iman dan penuh harapan. Sesuai dengan sabda Nabi SAW:

(مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ) (رواه البخاري ومسلم)

“Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dengan penuh iman dan mengharapkan pahala dan ampunan maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

 ( مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ) (رواه البخاري ومسلم)

“ siapa yang menghidupkan malam ramadhan dengan dasar iman dan mengharapkan pahala dan ampunan  maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Ma`asyiral muslimin Rahimakumullah

Perbuatan dan amal  baik yang sudah menjadi kebiasaan umat Islam untuk dilakukan selama Ramadhan diharapkan mampu membentuk karakter  dan tabi`at mereka untuk berbuat hal yang sama setelah Ramadhan berlalu, janganlah pernah menjadikan Ramadhan sebagai topeng dalam kehidupan kita, tapi jadikanlah sebagai wajah asli kita dalam menjalani sebelas bulan kehidupan berikutnya.

Apabila selama Ramadhan kita selalu menyempatkan diri untuk membaca Al-Quran, mendatangi masjid untuk shalat berjama`ah, bangun di sepertiga malam untuk sahur dan tahajjud, berempati terhadap fakir miskin, meneteskan air mata saat bermunajat dan bersimpuh di hadapan Allah SWT, serta berbagai kebaikan lainnya, maka janganlah sampai kebaikan-kebaikan tersebut menjadi wajah indah kita yang bersifat sesaat, akan tetapi jadikanlah ia sebagai perhiasan jiwa yang tetap bertahan dan terlaksana setelah Ramadhan meninggalkan kita. Ketahuilah bahwa Tuhannya Ramadhan adalah Tuhannya Syawwal juga, dan Tuhan sebelas bulan berikutnya.

Oleh karena itu memasuki idul fitri yang dijadikan sebagai agenda terakhir dari seluruh rangkaian ibadah Ramdhan pada hakikatnya bukanlah saat-saat berakhirnya peluang untuk mendulang kebaikan, tapi justru sebaliknya bahwa idul fitri adalah saat awal memulai kehidupan baru dengan hati yang baru dan semangat yang baru pula.

قال عمر بن عبد العزيز:

لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ          إِنَّمَا الْعَيْدُ لِمَنْ خَافَ يَوْمَ الْوَعِيْدِ 

Umar Bin Abdul Aziz berkata:

Hari raya itu bukanlah milik orang yang memakai pakaian baru

Akan tetapi hari raya adalah milik orang yang  takut dengan hari pembalasan

وقال آخر:

لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ تَجَمَّلَ بِالرُّكُوْبِ       إِنَّمَا الْعَيْدُ لِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوْبُ 

Tidaklah hari raya itu buat yang memiliki kendaraan mewah

Akan tetapi hari raya itu buat orang yang dosanya terampuni

وقال الحسن البصري: ” كُلُّ يَوْمٍ لَا يُعْصَى اللهُ فِيْهِ فَهُوَ عَيْدٌ، وَكُلُّ يَوْمٍ يَقْطَعُهُ الْمُؤْمِنُ فِيْ طَاعَةِ مَوْلَاهُ وَذِكْرِهِ وَشُكْرِهِ فَهُوَ لَهُ عَيْدٌ “

Imam Hasan Al-Bashri berkata: “setiap hari yang di dalamnya tidak ada kedurhakaan kepada Allah SWT maka hari itu adalah hari raya, dan setiap hari di mana seorang mukmin tetap berada dalam ketaatan Rabnya serta berzikir dan bersyukur kepadaNya maka bagi dia hari itu adalah hari raya”.

Inilah hakikat Idul Fitri yang sesungguhnya, kembali kepada kesucian, meraih kemenangan dengan prestasi taqwa serta mempertahankan kesucian dan kemenangan tersebut di masa yang akan datang.

الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT.

Di tengah-tengah merayakan Idul Fitri, mari kita tengok kondisi bangsa dan masyarakat Indonesia dewasa ini. Kita harus membuka mata melihat kondisi bangsa ini yang kini banyak mengalami kemunduran akhlaq. Kalau kita baca koran, majalah, dan berita-berita di internet, kalau kita lihat tayangan berita di televisi betapa bangsa ini yang dahulu dielu-elukan sebagai bangsa yang beradab penuh sopan santun dan berkepribadian luhur, sekarang bangsa ini seperti menjadi bangsa biadab penuh dengan kebrutalan yang buta akan kebenaran, dan akal pun menjadi alat yang setia untuk melayani syahwat. Orang akan sulit menahan nafsunya, ia menjadi buta dan cenderung mengikuti rangsangan kejahatan, mudah tersalur kepada keonaran dan kerusakan. Jika hal demikian sudah merata hinggap pada masyarakat, maka itu suatu pertanda bahwa negara itu telah dijangkiti penyakit “dekadensi moral” dan menjadi  bangsa yang lemah dan hina Dan diantara perilaku biadab itu antara lain:

  1. Korupsi

Sampai bulan Mei tahun 2011, KPK telah memeriksa lebih dari 300 pejabat tinggi di Indonesia yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. Mereka terdiri dari anggota DPR, menteri, gubernur, bupati/walikota, duta besar, jaksa, polisi, hakim, lawyer, pejabar eselon 1, dan direksi bank sentral.

 Menteri Dalam Gamawan Fauzi pernah mengungkapkan terdapat 474 orang pejabat daerah memiliki masalah hukum, 95 orang adalah tersangka, 49 orang menjadi terdakwa, dan 330 orang sudah sebagai narapidana, 281 orang dari jumlah tersebut adalah bupati atau wali kota.

Menurut hasil penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD
sejak pelaksanaan otonomi daerah pada 1999, 300-an kepala dan mantan kepala daerah dan sekitar 400 anggota DPRD provinsi atau kabupaten terjerat kasus hukum. jumlah itu sudah sangat membahayakan jika dibandingkan total 34 gubernur dan 530 bupati/wali kota di seluruh Indonesia.

Kemendagri merilis data sebanyak 3.000 anggota DPRD di seluruh Indonesia tersangkut persoalan hukum Dari jmlh 3.000 tsb, sekitar 1.000 anggota Dewan diantaranya terlibat kasus korupsi (Republika, 1/3/13)

  1. .Premanisme dan Kriminalitas

Keterpurukan  akhlak bangsa ini sungguh sangat membuat kita malu menjadi bagian dari bangsa ini, masalah premanisme budaya kekerasan dan mau menang sendiri dan kriminalitas sangat merata di seluruh aspek kehidupan. Dari para elit kekuasaan sampai masyarakat pedalaman, sering kita dengar terjadi aksi premanisme dan kriminalisasi.  

Data di Kementerian Dalam Negeri mencatat bahwa sejak 2005 ada 50 korban jiwa dalam kerusuhan yang dipicu ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu Kada di seluruh Indonesia.

Menurut Indonesia Police Watch. IPW tahun musim  2011/2012  sepak bola nasional diwarnai tawuran antar suporter di sejumlah daerah di Indonesia. Data IPW yang disodorkan kepada Markas Besar Kepolisian RI pun tak main-main: 14 orang meregang nyawa dan 14 lainnya luka-luka.

Komnas PA mencatat 147 kasus tawuran. Dari 147 kasus tersebut, sudah memakan korban jiwa sebanyak 82 anak

sepanjang tahun 2012 tergolong rawan. Berbagai konflik dan kerusuhan terjadi di sejumlah daerah, mulai dari Aceh sampai Papua yang menyebabkan 154 orang tewas dan 217 luka.

  1. Maraknya perzinahan dan pemerkosaan.

Sebagai buah dari pornografi dan porno aksi, perzinahan kini tengah mengancam harkat dan martabat bangsa. Hamper tiap hari di Koran-koran, di televise disuguhkan berita tentang perzinahan, pemerkosaan, perselingkuhan, pelacuran dan perzinahan yang lain. Pernah suatu ketika seorang petugas KAU di suatu daerah melaporkan bahwa dalam satu bulan dari 24 pernikahan 14 diantaranya sudah hamil. Dan yang membuat kita prihatin adalah pelaku perzinahan itu merata dari kakek-kake yang berusia di atas 70 tahun samapai anak-anak yang masih berusia belasan tahun.    

Angka pemerkosaan sudah tinggi sekali. Data pada tahun 2011, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia didominasi oleh angka perkosaan, yakni 400.939 dan angka terbanyak (70.115 kasus) perkosaan ternyata dilakukan dalam rumah tangga. Pelaku perkosaan dilakukan orangtua sendiri, saudara dan keluarga terdekat. Sementara perkosaan di tempat umum (publik) sebanyak 22.285 kasus, Tragisnya, pada Januari 2013 ini terjadi lima kasus pemerkosaan massal, yang tiga di antaranya dilakukan sejumlah pelajar terhadap gadis teman sekolahnya

 

  1. Penyalahgunaan Narkotika dan jumlah perokok

Pada 2012, diproyeksikan angka sudah mencapai 2,8 persen atau setara dengan 5,8 juta penduduk. Dan jumlah perokok Indonesia sekitar 27.6%. Artinya: setiap 4 orang Indonesia, terdapat seorang perokok jumlah perokok Indonesia sekitar 27.6%. Artinya: setiap 4 orang Indonesia, terdapat seorang perokok

 

الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT.

Kemerosotan dan dekadensi moral di atas disebabkan oleh dua factor: yaitu

Yang pertama berasal  dari luar ummat Islam sebagaimana Allah telah mengingatkan kita

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

 

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh akan kalian dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang yang mempersekutukan Allah (musyrik).” (QS. al-Maa’idah [5]: 82).

Yahudi dan orang-orang musyrik. Dua kelompok inilah musuh Islam yang paling keras dalam berupaya untuk menghancurkan umat Islam. Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Secara umum, kedua kelompok inilah golongan manusia yang paling besar dalam memusuhi Islam dan kaum muslimin dan paling banyak berusaha mendatangkan bahaya kepada mereka. Hal itu karena sedemikian keras kebencian orang-orang itu kepada mereka (umat Islam) yang dilatar belakangi oleh sikap melampaui batas, kedengkian, penentangan, dan pengingkaran (mereka kepada kebenaran).” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 220).

Demikian pula orang-orang Nasrani, mereka juga menginginkan agar umat Islam mengikuti jejak kesesatan mereka. Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah merasa puas/ridha kepada kalian sampai kalian mau mengikuti millah (ajaran agama) mereka.” (QS. al-Baqarah [2]: 120).

Seperti itulah tekad jahat musuh-musuh Islam yang sangat bernafsu untuk mencabut aqidah Islam yang suci nan mulia dari dada-dada kaum muslimin. Tak henti-hentinya mereka menyerang kaum muslimin dengan pemikiran dan kekuatan mereka, serta bekerja keras -siang dan malam- agar umat yang terbaik ini menjadi teman setia mereka untuk bersama-sama masuk ke jurang neraka. Allah ta’ala menggambarkan tentang permusuhan yang dikobarkan oleh orang-orang musyrik kepada umat ini dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan mereka senantiasa memerangi kalian agar kalian mau murtad dari agama kalian kalau saja mereka mampu melakukannya. Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah orang yang terhapus amal-amal mereka di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah para penghuni neraka, mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. al-Baqarah [2]: 217).

Itulah upaya mereka! Bukanlah tujuan mereka semata-mata untuk membunuh kaum muslimin atau merampas harta-harta mereka. Akan tetapi sesungguhnya maksud mereka adalah agar umat Islam ini murtad dari agamanya, sehingga mereka akan ikut-ikutan menjadi kafir sesudah -sebelumnya- mereka beriman. Dan pada akhirnya mereka akan ikut terseret ke dalam neraka. Inilah karakter orang-orang kafir secara umum. Tidak henti-hentinya mereka memerangi umat Islam. Dan yang paling menonjol dalam hal itu adalah ahli kitab yaitu Yahudi dan Nasrani. Mereka kerahkan kekuatan mereka untuk memurtadkan kaum muslimin dengan mendirikan berbagai yayasan, mengirimkan para misionaris, menyebarkan para dokter serta membangun sekolah-sekolah dalam rangka menjaring umat manusia  masuk ke dalam agama mereka.

Langkah-langkah mereka diwujudkan melalu televise baik berita maupun film, melaui makanan, melalui pendidikan, melalui pornografi dan porno kasi, melalui narkoba, minuman keras, rokok, dan setiap jalan yang dapat mereka gunakan untukmemurtadkan ummat islamagar meninggalkan akidah dan ajaran Islam.

 Adapun  factor dari dalam Ummat Islam itu adalah:

1..Lemahnya Aqidah Islam

2. Rendahnya tingkat pendidikan ummat

3. terjangkitnya budaya materialism

 

الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT.

Bagaimana solusi agar ummat ini bisa keluar dari krisis di seluruh lini kehidupan?  Solusi adalah kembali ke ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah 30:30.

 

Dan Langkah konkretnya adalah perbaikansistem pendidikan, yaitu:

  1. Fungsikan keluarga sebagai institusi pendidikan yang pertama dan utama, firman Allah surat Attahrim (66):6
  2. Kembalikan Masjid sebagai pusat pendidikan ummat.
  3. Perbshsrui pnedidikan formal di sekolah-sekolah agar terjadi sinergi antara pendidikan di rumah, msyarakat dan sekolah.

.

Ada satu karakter jiwa yang ingin dibina oleh Ramadhan yaitu, jujur atau amanah. Ibadah puasa adalah ujian bagi kejujuran kita, tidak ada yang mengetahui kepastian orang yang berpuasa selain daripada Allah SWT, berbeda dengan ibadah yang lain seperti shalat, haji, zakat dan lain sebagainya.

Kejujuran adalah satu kekuatan yang terdapat dalam jiwa yang membuat pemiliknya mampu melakukan tugas-tugas besar yang diembankan kepadanya. Dengan kejujuran berbagai persoalan dalam hidup dapat diselesaikan, sebaliknya tanpa kejujuran berbagai problematika kehidupan akan selalu bermunculan. Oleh karena itu menghiasi diri dengan sifat jujur adalah satu tuntutan yang dibebankan kepada seluruh elemen masyarakat; pemimpin, pejabat, hakim, politikus, pengusaha, wartawan, kaum akademisi, rakyat dan lain sebagainya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara jangan sampai terjadi krisis kejujuran karena hanya akan melahirkan kehancuran demi kehancuran. Itulah fakta dan kenyataan; korupsi merajalela, keserakahan pejabat terjadi di mana-mana, pengangguran susah diatasi, kesenjangan social dan penindasan rakyat kecil sudah menjadi pajangan kasat mata, ketidakharmonisan dalam kehidupan rumah tangga, dan lain sebagainya, itu semua berawal dari ketidakjujuran dan ketidakadilan. Maka apabila pemimpin sudah mampu untuk jujur terhadap rakyatnya, para pejabat jujur dalam mengemban amanah jabatannya, para hakim jujur dalam menyelesaikan perkara persidangannya, para suami jujur dalam memimpin keluarganya, serta semua kita mampu untuk jujur terhadap diri kita sendiri, jujur kepada Allah dan jujur kepada masyarakat maka yakinlah kedamaian hidup pasti akan dirasakan, persoalan demi persoalan akan semakin dapat disingkirkan dari jalan peradaban, dengan demikian kita dapat menghiasi dinding-dinding harapan dengan penuh optimis dalam menatap masa depan diri dan bangsa.

الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Ibadah Ramadhan akan membimbing umat Islam menuju kemenangan emosional. Emosi adalah sifat perilaku dan kondisi perasaan yang terdapat dalam diri seseorang. Ia bisa berupa rasa ingin marah, rasa takut, rasa cinta atau keinginan yang kuat untuk mencintai dan membenci, rasa cemas, rasa minder dan lain sebagainya. Emosi yang menang adalah apabila ia terkendali, yang dalam istilah agama disebut dengan sabar. Jika kita perhatikan teori tentang kecerdasan emosi yang dijelaskan oleh para ahli psikologi, ternyata konsep kecerdasan emosi ini berbanding sama dengan konsep kesabaran dalam Islam. Sabar dalam Islam bukanlah satu kelemahan, tetapi sabar justru merupakan satu kekuatan. Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa satu orang yang sabar mampu mengalahkan sepuluh lawan dalam pertempuran, atau setidaknya mereka mampu menghadapi lawan sebanyak dua kali jumlah mereka (QS 8: 65-66). Ketika seorang bersabar dan dapat menahan amarahnya dalam menghadapi satu perkara yang ia hadapi maka dia bukanlah orang yeng lemah, akan tetapi justru dia adalah orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Dalam sebuah ungkapannya Rasulullah SAW bersabda: “ orang yang kuat bukanlah orang yang selalu menang dalam berkelahi, akan tetapi orang kuat adalah orang yang dapat menahan diri saat dia marah” (H.R Imam Al-Bukhari).

Kesabaran merupakan karakter yang sangat mulia dan ia bisa diraih dengan cara melatih dan membiasakan diri dengannya. Maka bulan Ramadhan merupakan kesempatan yang besar bagi seorang Muslim untuk melatih kesabaran itu. Ia dilatih untuk mengontrol jiwanya dari pengaruh hawa nafsunya. Dengan begitu ia bisa keluar dari bulan Ramadhan sebagai pribadi yang kuat dan pandai mengendalikan diri dan emosinya.

Keterkaitan antara puasa dengan membangun kecerdasan emosional begitu terlihat dalam penjelasan Rasulullah SAW yang mengatakan:  “apabila seseorang sedang berpuasa lalu ada yang menghina dia atau mengajaknya untuk berkelahi maka hendaklah ia mengatakan: saya sedang berpuasa, saya sedang berpuasa” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim). Dengan arti kata kondisi seseorang yang sedang berpuasa akan dapat menahan emosinya agar tidak membalas cacian dan dendam dengan perbuatan yang sama.

Ibadah puasa akan selalu membimbing umat Islam untuk dapat mengendalikan jiwa dan nafsunya dengan cara zikir dan syukur kepada Allah SWT. Jika seseorang sudah mampu untuk selalu berzikir dan bersyukur, apalagi jika hal itu sudah menjadi bagian yang tak terpisah dari diri dan kehidupannya, maka itu adalah indikasi dari emosional yang terkendali, sehingga dengannya ia akan selalu menghadapi berbagai persoalan hidup dengan tenang dan percaya diri, dan itu adalah puncak kemenangan emosional. Bandingkan dengan seseorang  yang selalu lupa kepada Allah serta tidak mau bersyukur terhadap karunia yang didapatkannya dari Allah, maka ia akan selalu dihimpit oleh berbagai problem kehidupan, khususnya problem kejiwaan yang tak jarang mereka selesaikan dengan cara mereka sendiri. Ada yang dengan cara bunuh diri, ada lagi dengan cara menelan obat2 atau pil yang mereka anggap akan mampu menenangkan jiwa mereka, dan lain sebagainya. Maka ibadah puasa akan selalu berusaha untuk menutup rapat rapat pintu yang akan membawa seseorang menuju kekacauan emosional dengan cara zikir dan syukur tersebut.

Satu lagi pelajaran penting yang dapat ditarik bahwa ibadah puasa akan menghapus sekat-sekat pemisah antara yang kaya dengan yang miskin, semua mereka sama di hadapan Allah SWT, apa yang dirasakan oleh orang-orang miskin selama ini itu jugalah yang dapat dirasakan oleh yang kaya saat ia berpuasa, maka puasa akan membangun jembatan untuk menyatukan perasaan antar sesama umat Islam tanpa memandang status social  untuk saling mencintai, saling membantu, dan saling berbagi. Mungkin Ini jugalah salah satu dari rahasianya kenapa zakat fitrah itu diwajibkan kepada semua orang, yang miskin sekalipun. Supaya semua kita, dan juga mereka yang biasa meminta-minta, pernah merasakan nikmatnya memberi, minimal sekali dalam setahun. Inilah salah satu bentuk didikan emosional yang kita dapatkan dari ibadah puasa.

الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah SWT

Ibadah Ramadhan juga akan melahirkan sosok-sosok pribadi muslim yang menang secara intelektual. Kemenangan intelektual ditandai dengan kecerdasannya dalam memahami realita yang selalu dapat memberikan keseimbangan pada diri dan pemikiran.

Namun ada satu hal yang harus kita pahami bahwa terminologi kecerdasan intelektual dalam Islam tidak  berbanding sama dengan teori kecerdasan yang dipahami oleh banyak orang. Selama ini banyak orang yang mengukur kecerdasan lewat pencapaian- pencapaian angka dalam batas tertentu. Sehingga sorang anak dikatakan cerdas apabila nilai rata-ratanya di sekolah Sembilan atau sepuluh. Seorang mahasiswa dianggap cerdas ketika ia sudah mampu menghapal banyak diktat perkuliahannya lalu menghasil nilai IPK tertinggi, begitu seterusnya. Sementara di dalam Islam kesuksesan dan kecerdasan diukur secara proporsional antara kwalitas dan kwantitas. Kecerdasan ada pada mereka yang menempatkan ilmu di hati bukan sekedar di lidah dan retorika saat berdiskusi tapi tidak disertai dengan aksi. Rasulullah SAW bersabda:

( اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ) (رواه الترمذي)

Orang yang berakal (cerdas secara intelektual) adalah orang memperbudak dirinya sendiri dan selalu berbuat untuk kepentingan akhirat) (H.R. At-Tirmizi)

Dengan demikian seoarang anak dianggap cerdas bukan semata-mata karena ia telah meraih angka 9 atau 10, akan tetapi diukur sejauhmana pelajaran –pelajaran itu berpengaruh positif dalam kehidupannya. Seorang dianggap cerdas bukan sekedar sudah mengetahui bahwa 1 kg itu sama dengan 10 ons, akan tetapi dianggap cerdas ketika pengetahuan itu diterapkannya di saat ia menjadi seorang pedagang. Sistem pendidikan seperti inilah yang diterapkan oleh Rosulullah SAW dalam mendidik para sahabatnya, sehingga beliau memutuskan untuk mengirim Mush’ab bin ‘Umair menjadi duta dakwah ke Madinah, padahal Mush’ab ketika itu bukanlah orang yang paling banyak hapalan alqurannya.

      Kecerdasan intelektual dalam perspektif Islam ditandai dengan apabila :

  • Selalu bisa membedakan mana yang halal dan mana yang haram
  • Selalu mempertimbangkan antara manfaat dan mudhorat
  • Selalu mengerti akan hak dan kewaiban.

Kecerdasan seperti inilah yang selalu ingin dibina oleh ibadah puasa pada setiap peribadi muslim. Karenanya puasa selalu menuntut kita untuk selalu hati-hati dalam bertindak, bersikap dan berucap, agar tidak menodai nilai-nilai puasa yang sedang dikerjakan. Kalau tidak bisa maka seseorang tidak akan mendapatkan apa- apa dari puasanya selain menahan lapar dan haus saja.

Inilah tiga kemenangan besar yang diharapkan dapat diraih secara nyata dalam setiap pribadi muslim melalui pelaksanaan ibadah puasa. Sebagai seorang muslim yang setiap tahun melaksanakan ibadah ramadhan harus selalu menginstropeksi dirinya di setiap penghujung hari ramadhan, agar ia tahu apakah ia hari ini benar-benar berbahagia untuk dirinya, atau untuk orang lain. Intropeksi itu menjadi penting untuk dilakukan agar Ramadhan tidak sebatas rutinitas tahunan.

Demikianlah khutbah ini disampaikan, semoga bermanfaat.

باَرَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ في القرآن العظيم وَنَفَعَنِيْ وَاِياَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ 

 

KHUTBAH KEDUA

 

اللهُ أَكْبَرُ الله أكبر الله أكبر 3x 

لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ. الحَمْدُللهِ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَه وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَحَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَه. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نبَيَّ بَعْدَه. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ وأَنْعِمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ فَيَا عِباَدَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ.

قال الله عز من قائل: (( وَلَا تَكُوْنُوْا كَالّتِيْ نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا)) (سورة النحل: 92)

Ma`asyiral Muslimin Rahimakumullah

Di akhir khutbah ini khatib ingin mengajak kita bersama untuk mempertahankan kemenangan yang sudah dicapai selama Ramadhan, ibarat sebuah bangunan ia bagaikan sebuah istana megah yang mengagumkan maka janganlah diruntuhkan kembali, ibarat sebuah tenunan ia sudah menjadi pakaian yang sangat indah dipandang mata maka janganlah diurai kembali benang yang sudah ditenun itu ketika Ramadhan berlalu meninggalkan kita. Inilah makna dari ayat yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 92 di atas: “ janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menenun pakaian di pagi hari lalu sorenya diurai kembali”  betapa sia sianya, betapa ruginya bahkan betapa celakanya kalau itu yang dilakukan.

Akhirnya marilah kita sambut hari kemenangan ini sebagai sandaran untuk memulai kehidupan baru dengan hati dan semangat yang baru, maafkanlah segala kesalahan lupakan segala kekhilafan agar semua kita mendapatkan ridha dan maghfirah dari Allah SWT, semoga kita semua diizinkan kembali untuk menikmati indahnya Ramdhan pada masa yang akan datang. Amin ya rabbal `alamin.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِي يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم وَعَلىَ آلِ اِبْرَاهِيْم وَباَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا باَرَكْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم فِى اْلعاَلَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد.

اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُما كَمَارَبَّيانَا صَغِيرًا وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَات وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِناَتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْواَتِ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   

اَللّهُمَّ آرِناَ الْحَقَّ حَقاًّ وَارْزُقْناَ اتِّباَعَهُ وَآرِناَ اْلباَطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِناَبَهُ.

اللَّهُمَّ افْتَحْ عَلَيْنَا اَبْوَابَ الخَيْرِ وَاَبْوَابَ البَرَاكَةِ وَاَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَاَبْوَابَ السَّلاَمَةِ وَاَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَاَبْوَابَ الجَنَّةِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّناَ آتِناَ فِي الدُّنْياَ حَسَنَةِ وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةِ وَقِناَ عَذاَبَ الناَّر. وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ  وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.

Standar

Fenomena Tawuran Pelajar, Belajarlah pada John F Kennedy!

Belum hilang ingatan terhadap tewasnya pelajar SMA Negeri 6 Jakarta, tawuran kaum terdidik kembali lagi memakan korban. Kali ini pelaku sekaligus korban adalah mahasiswa. Ironisnya, tawuran ini terjadi antarfakultas di sebuah kampus negeri di Makassar.

Adakah yang salah dengan menyeruaknya pemberitaan tawuran antarkelompok terpelajar ini? Apakah tawuran ini hanyalah puncak gunung es dari masih carut marutnya sistem pendidikan di negeri ini?

Kiranya tak bijak jika kita harus saling menunjuk kesalahan atas persoalan penting ini. Penulis beranggapan, tawuran pelajar yang kini semakin menjurus pada tindak kriminal merupakan hal yang sangat serius. Untuk itu perlu adanya kebersamaan dari semua pihak untuk segera mencari solusi dan bukan saling melempar kesalahan.

Sejatinya, tawuran pelajar ini bukanlah hal baru diantara seabrek permasalahan pada sistem pendidikan di negeri ini. Tawuran, yang menjadi bentuk derifatif dari kenakalan remaja, sebenarnya selalu ada di setiap generasi. Hal yang membuatnya berbeda hanyalah bobot dari kenakalan itu. Jika seorang pelajar sudah begitu ringan tangan untuk menusuk dan membuat nyawa pelajar lainnya melayang, tentu ini bukanlah yang bisa dianggap biasa.

Jika kita coba melihat ke sisi substansi maka ada hal yang terlihat jelas dari masalah tawuran ini. Tawuran pelajar sebenarnya memperlihatkan sebuah indikasi betapa rendahnya tingkat kesehatan mental pelajar kita saat ini.

Dalam teori psikologis pendidikan (atau ada teori siapa???), pelajar yang terlibat tawuran adalah pelajar yang memiliki derajat kesehatan mental yang rendah. Akibatnya mereka menjadi tidak mampu melaksanakan peran sosialnya secara baik dan maksimal.

WHO telah mengisyaratkan, kesehatan mental itu terdiri atas empat dimensi. Keempatnya adalah dimensi spiritual, psikologis, biologis, dan sosial.

Jika ditinjau dari keempat dimensi tadi maka akar permasalahan ini diawali dengan rendahnya dimensi spiritual. Baru setelah itu berlanjut karena adanya tekanan psikologis. Pada akhirnya, pelajar itu tak lagi mampu berperan positif secara sosial. Inilah yang memicu mereka bisa terlibat tawuran.

Di sisi lain, masalah tawuran ini tak bisa dilepaskan dari pendidikan yang dinilai sebagai sebuah sistem. Dalam sistem ini, pendidikan sebenarnya melibatkan unsur individu pelajar, guru, orangtua, dan masyarakat. Jika tawuran masih terus berulang dan tak henti memakan korban, dapat dikatakan bahwa sistem itu ada yang sedang tersumbat.

Pada kasus semacam ini, terjadinya tawuran tentunya tak bisa lagi dilihat secara parsial. Guru, orangtua dan masyarakat, pada dasarnya telah memberi peran atas terus terjadinya tawuran diantara kaum terdidik  di negeri ini.

Di sini dapat diambil premis bahwa sekolah tanpa kita sadari telah menjadi monster yang menakutkan bagi pelajar. Bersekolah bukan lagi menjadi kebutuhan tetapi sudah menjadi sebuah keterpaksaan.

Jika mau jujur, situasi ini sebenarnya telah lama terjadi di dalam sistem pendidikan kita. Salah satu penyebabnya karena guru hanya memacu para siswa untuk meraih nilai akademik yang tinggi. Guru melakukan ini karena adanya tuntutan kepala sekolah. Kepala sekolah memberlakukan kebijakan itu karena keharusan agar sekolahnya bisa memiliki lulusan bernilai tinggi.

Sementara kepala sekolah melakukan semua itu tak lepas juga karena adanya tuntutan dari pejabat yang ada di atasnya. Selulit ini terus bergerak sampai ke pusat yang merancang kebijakan.

Lantas jika kita mau berkaca diri, pendidikan yang ada selama ini pada ujungnya hanyalah mengasah kecerdasan kognitif. Padahal itu hanya bagian dari unsur hard skill saja. Tak heran jika kemudian para pelajar kita secara tak sadar telah melupakan esensi dari proses belajar.
Para pelajar di sekolah-sekolah negeri, misalnya, secara sistematis telah tercerabut dari akar kemanusiaannya. Sisi-sisi kemanusian mereka justru jarang bisa tersentuh. Padahal pendidikan yang paling menentukan bagi keberhasilan siswa adalah aspek soft skill. Di antaranya adalah faktor kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional. Aspek soft skill ini tidak disentuh oleh guru karena alasan klasik; ‘memenuhi target kurikulum’!

Kondisi inilah yang kemudian mengakibatkan tingkat stres pelajar cukup tinggi. Ketika ini sudah terjadi maka pelampiasannya adalah dengan malas pergi ke sekolah, bolos, suka bergerombol, mulai merokok, dan akhirnya terbentuklah kerumunan yang merasa senasib sepenanggungan.

Situasi ini semakin diperparah dengan pola asuh orangtua yang kurang baik dan tempat-tempat ibadah seperti masjid tidak menampung mereka. Jangan heran, misalnya, tempat yang pas bagi mereka untuk nongkrong adalah tempat-tempat keramaian seperti mal atau pinggir jalan. Kalau sudah demikian, sedikit saja ada api permusuhan maka hal itu akan bisa membakar mereka menjadi beringas untuk melawan yang dianggap musuh.

Melihat kondisi ini, penulis hanya dapat menyerukan agar masing-masing pihak dapat melakukan instrospeksi dan segera mengambil tindakan yang tepat.

Langkah strategis yang harus dilakukan oleh sekolah adalah menciptakan kondisi sekolah yang ‘homeme’. Yakni, sekolah yang menyenangkan, sekolah yang tidak membosankan, sekolah yang memanusiakan manusia. Agar kondisi sekolah menjadi sekolahnya manusia, maka langkah yang harus dilakukan oleh guru adalah meningkatkan kompetensinya, baik itu kompetensi professional, paedogogis, personal, maupun sosial.

Karena kompleksnya masalah tawuran pelajar ini, perbaikan dari guru saja tentu belum cukup. Pemerintah, dalam hal ini sebagai pemegang otoritas pendidikan, harus pula mengkaji kebijakan pendidikannya agar bisa lebih manusiawi.

Pemerintah dari tingkat terendah sampai tertinggi juga harus memperhatikan infratruktur sekolah, terutama lapangan olahraga yang mampu menampung pelajar untuk menyalurkan bakat olahraga mereka. Kalau bisa setiap sekolah dilengkapi dengan lapangan olah raga yang cukup.

Begitu juga dengan masyarakat yang harus memberi respek terhadap pelajar. Beri kesempatan yang besar agar mereka untuk turut berperan dalam berbagai kegiatan sosial, termasuk pengelolaan masjid melalui remaja masjid.

Lantas tanggungjawab yang tak boleh dilepaskan di sini adalah peran orangtua di rumah. Orangtua harus memperhatikan pola pengasuhan yang tepat sehingga terciptanya ‘rumahku surgaku’.

Hal inilah yang dahulu pernah diyakini oleh mendiang Presiden Amerika Serikat, John F Kennedy. Ketika kenakalan remaja di negaranya sudah begitu marak, ia berseru,”Untuk mengatasi kenakalan remaja di Amerika bukanlah dengan menyebar polisi di setiap gang, tetapi kembalikan keluarga sebagaimana mestinya!”

Kennedy sudah berucap itu sejak puluhan tahun yang lalu. Lantas bagaimana dengan kita? Apakah kita harus menyebarkan aparat keamanan ke setiap kerumunan pelajar untuk mengatasi tawuran yang tak kunjung usai ini? Jika Kennedy sudah pernah mengatasinya, jadi mengapa tidak buat kita mencontohnya.

Standar